Rabu, 21 September 2011

perspektif Interaksionisme-Simbolik

Titik tolak pemikiran interaksi simbolik berasumsi bahwa realitas sosial sebagai proses dan bukan sesuatu yang bersifat statis. Dalam hal ini masyarakat dipandang sebagai sebuah interaksi simbolik bagi individu-individu yang ada didalamnya. Pada hakikatnya tiap manusia bukanlah “barang jadi” melainkan barang yang “akan jadi” karena itu teori interaksi simbolik membahas pula konsep mengenai “diri” (self) yang tumbuh berdasarkan suatu “negosiasi” makna dengan orang lain. Menurut George Herbert Mead, cara manusia mengartikan dunia dan dirinya sendiri berkaitan erat dengan masyarakatnya. Mead melihat pikiran (mind) dan dirinya (self) menjadi bagian dari perilaku manusia yaitu bagian interaksinya dengan orang lain. Mead menambahkan bahwa sebelum seseorang bertindak, ia membayangkan dirinya dalam posisi orang lain dengan harapan-harapan orang lain dan mencoba memahami apa yang diharapkan orang itu (Mulyana, 2007).
Konsep diri (self consept) merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Keunikan konsep diri pada setiap individu pun relatif berbeda-beda karena antara individu satu dengan individu lainnnya mempunyai pola pikir yang berbeda.Konsep diri terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan lingkungannya. Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan. Konsep diri yang dimiliki individu dapat diketahui melalui informasi, pendapat dan penilaian atau evaluasi dari orang lain. Diri juga terdiri menjadi dua bagian yaitu diri obyek yang mengalami kepuasan atau kurang mengalami kepuasan dan diri yang bertindak dalam melayani diri obyek yang berupaya memberinya kepuasan.
Menurut Mead, tubuh bukanlah diri dan baru menjadi diri ketika pikiran telah berkembang. Sementara disisi lain bersama refleksivitasnya, diri adalah sesuatu yang mendasar bagi perkembangan pikiran. Tentu saja mustahil memisahkan pikiran dari diri, karena diri adalah proses mental. Namun, meskipun kita bisa saja menganggapnya sebagai proses mental, diri adalah proses sosial. Mekanisme umum perkembangan diri adalah refleksivitas atau kemampuan untuk meletakkan diri kita secara bawah sadar ditempat orang lain serta bertindak sebagaimana mereka bertindak. Akibatnya, orang mampu menelaah dirinya sendiri sebagaimana orang lain menelaah dia (Ritzer, 2004).
Dengan menyerasikan diri dengan harapan-harapan orang lain, maka dimungkinkan terjadi interaksi, semakin mampu seseorang mengambil alih atau menerjemahkan perasaan-perasaan sosial semakin terbentuk identitas atau kediriannya. Ada tiga premis yang dibangun dalam interaksi simbolik yaitu;
1. manusia bertindak berdasarkan makna-makna,
2. makna tersebut didapatkan dari interaksi dengan orang lain, dan
3. makna tersebut berkembang dan disempurnakan ketika interaksi tersebut berlangsung (Mulyana, 2001).
Teori interaksi simbolik melihat individu sebagai pelaku aktif, reflektif dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramalkan. Teori interaksi simbolik fokus pada soal diri sendiri dengan segala atribut luarnya. Deddy Mulyana mengutip istilah yang digunakan Cooley yaitu looking glass self (Mulyana, 2001). Gagasan diri ala Cooley ini terdiri dari tiga komponen.
1. individu mengembangkan bagaimana dia tampil bagi orang lain;
2. individu membayangkan bagaimana peniliaian mereka atas penampilan individu tersebut;
3. individu mengembangkan sejenis perasaan-diri, seperti kebanggaan atau malu, sebagai akibat membayangkan penilaian orang lain tersebut.
Lewat imajinasi, kita mempersepsi dalam pikiran orang lain suatu gambaran tentang penampilan kita, perilaku, tujuan, perbuatan, karakter teman-teman kita dan sebagainya, dan dengan berbagai cara kita terpangaruh olehnya. Littlejohn menyatakan bahwa interaksi simbolik mengandung inti dasar premis tentang komunikasi dan masyarakat (Littlejohn, 1996).
Setiap interaksi manusia selalu dipenuhi dengan simbol-simbol, baik dalam kehidupan sosial maupun kehidupan diri sendiri. Diri tidak terkungkung melainkan bersifat sosial. Orang lain adalah refleksi untuk melihat diri sendiri. Dari penjelasan ini berarti bahwa teori interaksi simbolik merupakan perspektif yang memperlakukan individu sebagai diri sendiri sekaligus diri sosial.
Bagi Mead, “diri” lebih dari sebuah internalisasi struktur sosial dan budaya. “Diri” juga merupakan proses sosial, sebuah proses dimana para pelakunya memperlihatkan pada dirinya sendiri hal-hal yang dihadapinya, didalam situasi dimana ia bertindak dan merencanakan tindakannya itu melalui penafsirannya atas hal-hal tersebut. Dalam hal ini, aktor atau pelaku yang melakukan interaksi sosial dengan dirinya sendiri, menurut Mead dilakukan dengan cara mengambil peran orang lain, dan bertindak berdasarkan peran tersebut, lalu memberikan respon atas tindakan-tindakan itu. Konsep interaksi pribadi (self interaction) dimana para pelaku menunjuk diri mereka sendiri berdasarkan pada skema Mead mengenai psikologi sosial. “Diri” disini bersifat aktif dan kreatif serta tidak ada satupun variabel-variabel sosial, budaya, maupun psikologis yang dapat memutuskan tindakan-tindakan “diri.”
Mead menyatakan bahwa konsep diri pada dasarnya terdiri dari jawaban individu atas pertanyaan mengenai “siapa aku” untuk kemudian dikumpulkan dalam bentuk kesadaran diri individu mengenai keterlibatannya yang khusus dalam seperangkat hubungan sosial yang sedang berlangsung. Pendapat Mead tentang pikiran adalah bahwa pikiran mempunyai corak sosial, percakapan dalam batin adalah percakapan antara “aku” dengan “yang lain” pada titik ini, konsepsi tentang “aku” itu sendiri merupakan konsepsi orang lain terhadap individu tersebut. Atau dengan kalimat singkat, individu mengambil pandangan orang lain mengenai dirinya seolah-olah pandangan tersebut adalah “dirinya” yang berasal dari “aku.”
Interaksi simbolik sering dikelompokan ke dalam dua aliran (school). Pertama, aliran Chicago School yang dimonitori oleh Herbert Blumer, melanjutkan tradisi humanistis yang dimulai oleh George Herbert Mead. Blumer menekankan bahwa studi terhadap manusia tidak bisa dilakukan dengan cara yang sama seperti studi terhadap benda. Blumer dan pengikut-pengikutnya menghindari pendekatan-pendekatan kuatitatif dan ilmiah dalam mempelajari tingkah laku manusia. Lebih jauh lagi tradisi Chicago menganggap orang itu kreatif, inovatif, dan bebas untuk mendefinisikan segala situasi dengan berbagai cara dengan tidak terduga. Kedua Iowa School menggunakan pendekatan yang lebih ilmiah dalam mempelajari interaksi. Manford Kuhn dan Carl Couch percaya bahwa konsep-konsep interaksionis dapat dioperasikan. Tetapi, walaupun Kuhn mengakui adanya proses dalam alam tingkah laku, ia menyatakan bahwa pendekatan struktural objektif lebih efektif daripada metode “lemah” yang digunakan oleh Blumer.
Interaksionisme simbolik mengandung inti dasar pemikiran umum tentang komunikasi dan masyarakat. Jerome Manis dan Bernard Meltzer memisahkan tujuh hal mendasar yang bersifat teoritis dan metodologis dari interaksionisme simbolik, yaitu:
1. Orang-orang dapat mengerti berbagai hal dengan belajar dari pengalaman. Persepsi seseorang selalu diterjemahkan dalam simbol-simbol.
2. Berbagai arti dipelajari melalui interaksi di antara orang-orang. Arti muncul dari adanya pertukaran simbol-simbol dalam kelompok-kelompok sosial.
3. Seluruh struktur dan institusi sosial diciptakan dari adanya interaksi di antara orang-orang.
4. Tingkah laku seseorang tidaklah mutlak ditentukan oleh kejadian-kejadian pada masa lampau saja, tetapi juga dilakukan secara sengaja.
5. Pikiran terdiri dari percakapan internal, yang merefleksikan interaksi yang telah terjadi antara seseorang dengan orang lain.
6. Tingkah laku terbentuk atau tercipta di dalam kelompok sosial selama proses interaksi.
7. Kita tidak dapat memahami pengalaman seorang individu dengan mengamati tingkah lakunya belaka. Pengalaman dan pengertian seseorang akan berbagai hal harus diketahui pula secara pasti.

Perspektif Konflik

Tidak ada seorang sosiolog pun yang menyangkal bahwa perspektif konflik dalam kajian sosiologi bersumber pada ide-ide yang dilontarkan oleh Karl Mark seputar masalah perjuangan kelas. Berlawanan dengan perspektif fungsional yang melihat keadaan normal masyarakat sebagai suatu keseimbangan yang mantap, para penganut perspektif konflik berpandangan bahwa masyarakat berada dalam konflik yang terus-menerus diantara kelompok dan kelas, atau dengan kata lain konflik dan pertentangan dipandang sebagai determinan utama dalam pengorganisasian kehidupan sosial sehingga struktur dasar masyarakat sangat ditentukan oleh upaya-upaya yang dilakukan berbagai individu dan kelompok untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas yang akan memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka.
Salah satu pertanyaan menarik yang terlontar sebagai konsekuensi dari penempatan konflik sebagai determinan utama dalam kehidupan sosial adalah masalah kohesi sosial. Kalangan teoritisi konflik setidaknya memandang dua hal yang menjadi faktor penentu munculnya kohesi sosial ditengah-tengah konflik yang terjadi, yaitu melalui kekuasaan dan pergantian aliansi. Hanya melalui kekuasaanlah kelompok yang dominan dapat memaksakan kepentingannya pada kelompok lain sekaligus memaksa kelompok lain untuk mematuhi kehendak kelompok dominan. Kepatuhan inilah yang pada akhirnya memunculkan kohesi sosial. Adapun pergantian aliansi disini berarti berafiliasi pada beberapa kelompok untuk maksud-maksud yang berbeda. Hal ini sangat mungkin untuk dilakukan mengingat suatu isu spesifik seringkali mampu menyatukan kelompok yang sebenarnya memiliki berbagai macam perbedaan.
Dalam kaitannya dengan kekuasaan, kalangan teoritisi konflik memandang agama sebagai ekspresi penderitaan, penindasan, dan rasionalisasi serta pembenaran terhadap tatanan sosial yang ada. Oleh karena itu, dalam perspektif konflik agama dilihat sebagai “kesadaran yang palsu”, karena hanya berkenaan dengan hal-hal yang sepele dan semu atau hal-hal yang tidak ada seperti sungguh-sungguh mencerminkan kepentingan ekonomi kelas sosial yang berkuasa. Dalam pandangan Marx, agama tidak hanya membenarkan ketidakadilan tetapi juga mengilustrasikan kenyataan bahwa manusia dapat menciptakan institusi-institusi sosial, dapat didominasi oleh ciptaan mereka dan pada akhirnya percaya bahwa dominasi adalah sesuatu yang sah. Jadi, dalam perspektif konflik agama lebih dilihat dalam hubungannya dengan upaya untuk melanggengkan status quo, meskipun pada tahap selanjutnya tidak sedikit kalangan yang menganut perspektif ini justru menjadikan agama sebagai basis perjuangan untuk melawan status quo sebagaimana perjuangan bangsa Amerika Latin melalui teologi liberal mereka yang populer.

fungsionalisme dan fungsionalisme struktural

Perspektif fungsionalisme mengandaikan bahwa kehidupan sosio-budaya itu seperti tubuh makhluk hidup. Penganut aliran fungsionalisme ini percaya, bahwa analogi biologi (organisme) dapat digunakan untuk menjelaskan kehidupan sosio-budaya masyarakat (Kaplan, 1999: 77). Individu-individu maupun kebudayaan sebagai bagian dari masyarakat kemudian disejajarkan dengan sel-sel yang ada dalam tubuh makhluk hidup, yang selalu tergantung dan tidak terpisahkan dari fungsi-fungsi sel-sel lainnya. Layaknya tubuh makhluk hidup, kelangsungan kehidupan sosio-budaya dapat dipertahankan apabila individu-individu yang ada didalamnya saling bergantung dan berfungsi dengan individu-individu lainnya. Itulah sebabnya, perspektif ini memandang kehidupan sosio-budaya sebagai sesuatu yang harus selalu ada dalam keteraturan agar dapat bertahan hidup. Implikasinya, segala bentuk tindakan dan gejala yang dinilai mengancam keteraturan akan dianggap sebagai gangguan atau penyakit yang harus disembuhkan. Tugas individu-individu adalah menjaga agar fungsi-fungsi mereka di dalam masyarakat dapat berjalan secara teratur sebagaimana harusnya. Dengan mengandaikan kehidupan sosial layaknya tubuh makhluk hidup, maka perspektif ini melihat gerakan sosio-budaya sebagai gejala terjadinya krisis di dalam masyarakat.
Sementara itu, B. Malinowski dalam teori fungsionalismenya mengasumsikan adanya hubungan dialektis antara agama dengan fungsinya yang diaplikasikan melalui ritual. Secara garis besar, fungsi dasar agama diarahkan kepada sesuatu yang supernatural atau, dalam bahasa Rudolf Otto, “Powerful Other.” Partisipan yang terlibat dalam sebuah ritual bisa melihat kemanjuran agama sebagai sarana meningkatkan hubungan spiritualnya dengan Tuhan karena pada dasarnya manusia secara naluriah memiliki kebutuhan spiritual.
Dengan demikian, teori fungsional melihat setiap ritual dalam agama memiliki signifikansi teologis, baik dari dimensi psikologis maupun sosial. Aspek-aspek teologis dari sebuah ritual keagamaan seringkali bisa ditarik benang merahnya dari simbol-simbol religius sebagai bahasa maknawiah. Pemaknaan terhadap simbol-simbol keagamaan tersebut sangat bergantung kepada kualitas dan arah performa ritual serta keadaan internal partisipan hingga sebuah ritual bisa ditujukan untuk “memuaskan” Tuhan atau kebutuhan spiritualnya sendiri.
Dalam konteks sosiologis, sebuah ritual juga merupakan manifestasi dari apa yang disebut oleh Durkheim sebagai “alat memperkuat solidaritas sosial” melalui performa dan pengabdian. Tradisi slametan merupakan contoh paling konkret dari ritual jenis ini sebagai alat untuk memperkuat keseimbangan masyarakat (social equilibrium), yakni menciptakan situasi rukun -setidaknya- di kalangan para partisipan. Kalangan fungsionalis yang mengakui asumsi ini adalah Clifford Geertz, James Peacock, Robert W. Hefner, Koentjaraningrat, dan masih banyak lagi. Pendek kata, teori fungsional melihat fungsi ritual (agama) dalam konteks yang lebih luas, baik dalam konteks spiritual maupun esksistensi kemanusiaan. Ia bisa dipahami sebagai sebuah jawaban terhadap pertanyaan mengapa ritual (agama) itu ada atau diadakan. Jawaban tersebut tentu saja muncul karena manusia membutuhkannya sebagai perangkat untuk mendapatkan berkah suci dari Tuhan.
Mengenai paradigma fungsionalisme struktural, para ahli telah banyak merumuskan dan mendiskusikan hal ini dengan menuangkan berbagai ide dan gagasannya mencari paradigma tentang teori ini, sebut saja George Ritzer (1980), Margaret M.Poloma (1987), dan Turner (1986). Drs. Soetomo (1995) mengatakan apabila ditelusuri dari paradigma yang digunakan, maka teori ini dikembangkan dari paradigma fakta sosial. Secara garis besar fakta sosial yang menjadi pusat perhatian sosiologi terdiri atas dua tipe yaitu struktur sosial dan pranata sosial. Menurut teori fungsional struktural, struktur sosial dan pranata sosial tersebut berada dalam suatu sistem sosial yang berdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teori ini (fungsional- structural) menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain, sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya. Dalam proses lebih lanjut, teori inipun kemudian berkembang sesuai perkembangan pemikiran dari para penganutnya.
Emile Durkheim, seorang sosiolog Perancis menganggap bahwa adanya teori fungsionalisme-struktural merupakan suatu yang ‘berbeda’, hal ini disebabkan karena Durkheim melihat masyarakat modern sebagai keseluruhan organisasi yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut menurut Durkheim memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal, tetap langgeng. Bilamana kebutuhan tertentu tadi tidak dipenuhi maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat “patologis“. Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan normal sebagai ekuilibrium, atau sebagai suatu system yang seimbang, sedang keadaan patologis menunjuk pada ketidakseimabangan atau perubahan sosial. Robert K. Merton, sebagai seorang yang mungkin dianggap lebih dari ahli teori lainnya telah mengembangkan pernyataan mendasar dan jelas tentang teori-teori fungsionalisme, (ia) adalah seorang pendukung yang mengajukan tuntutan lebih terbatas bagi perspektif ini. Mengakui bahwa pendekatan ini (fungsional-struktural) telah membawa kemajuan bagi pengetahuan sosiologis (www.google.com).
Dari penjelasan masing-masing paradigma tersebut dapat disimpulkan bahwa keduanya sama-sama perspektif yang mengkaji tentang fungsi fenomena budaya tertentu. Adapun perbedaan kedua paradigma itu terletak pada analisisnya. Analisis dalam paradigma fungsional lebih sederhana daripada paradigma fungsionali-struktural. Jika fenomena budaya dikaji dengan paradigma fungsional dan telah ditemukan fungsinya dalam masyarakat, itu dianggap sudah memenuhi syarat.
Berbeda dengan analisis dalam paradigma fungsional-struktural, paradigma ini lebih menekankan pada relasi fungsi. Artinya, dalam analisis ini peneliti harus bisa menunjukkan relasi fungsional antara suatu unsur budaya atau gejala sosial-budaya tertentu dengan struktur sosial yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini, peneliti dituntut untuk dapat memberikan penekanan pada struktur sosial. Dengan demikian, deskripsi mengenai struktur sosial ini tidak kalah pentingnya dengan deskripsi atau pernyataan mengenai relasi fungsional itu sendiri. Data kualitatif berupa contoh-contoh kasus yang konkrit memainkan peran yang penting untuk meyakinkan pembaca akan adanya relasi fungsional antara unsur budaya atau gejala sosial-budaya yang dimaksud dengan struktur sosial yang ada (Diktat kuliah Teori Kebudayaan S2 oleh Heddy Shri Ahimsa-Putra).
2. Contoh analisis mitos dengan menggunakan paradigma fungsional:
a. Paparan Kisah Sunan Mas dan upacara Nyadran di dusun Poyahan,
Seloharjo, Pundong Bantul.
Pada waktu Raden Mas Sutikna (Putra Sunan Amangkurat II Mataram Islam) dan pasukannya menumpas pemberontakan Trunajaya sampai di wilayah pegunungan selatan, ia kemudian beristirahat. Untuk menghimpun kekuatan dan bersemedi, RM. Sutikna dengan dibantu oleh Demang Somabrata dan pengikutnya kemudian membuat goa di daerah pegunungan selatan tersebut. Pada saat membuat goa, RM. Sutikna disapa oleh Ki Joko Umar. Ki Joko Umar adalah putra dari Nyi Glenggangjati garwa ampil dari Ki Ageng Giring IV yang memerintah di wilayah Gunung Kidul. Ki Joko Umar heran melihat pembuatan goa yang hanya dilakukan dengan menatah batu tebing. Merasa ada yang memperhatikan pekerjaannya, RM. Sutikna menanyakan kepada Joko Umar apakah ia sanggup membantu pembuatan goa tersebut. Joko Umar menyanggupi, kemudian ia bekerja dengan caranya sendiri, mengambil tempat di sebelah goa yang dibuat oleh RM. Sutikna dan menggaruk tebing terjal itu dengan bathok kelapa. Goa-pun jadi dan diberi nama Goa Sunan Mas. Merasa ditolong oleh Joko Umar, RM. Sutikna menjanjikan akan memberikan hadiah kepadanya.
RM. Sutikna kemudian mengutus salah satu pengikutnya menghadap ke Kraton Mataram untuk melaporkan keberadaan RM. Sutikna dan R. Sukra (putra Trunajaya) belum dapat ditangkap. Mendapat laporan tersebut Sunan Amangkurat II yang ketika itu sudah menginjak usia tuanya, segera memerintahkan prajurit untuk menangkap dan menghukum R. Sukra. Setelah R. Sukra ditangkap dan dihukum gantung, RM. Sutikna kembali ke Mataram dengan dikawal oleh Demang Somabrata dan pengikutnya. Ia kemudian menggantikan ayahandanya (Sunan Amangkurat II) yang wafat, memerintah Mataram dengan gelar Sunan Amangkurat III (Sunan Mas).
Sementara itu, Ki Joko Umar telah dewasa. Ia kemudian memperistri seorang putri Kedu Bagelen dan menurunkan dua orang putra. Seorang laki-laki bernama Mertalaya dan seorang putri yang tidak jelas namanya yang tinggal di daerah Kedu Bagelen. Singkat cerita Ki Joko Umar kemudian meninggal dan jenasahnya dikebumikan di wilayah Ngrangkah sebelah barat Dusun Biro. Menurut cerita yang berkembang, jenasah Ki Joko Umar telah dicuri oleh orang-orang dari Kedu Bagelen.
Sepeninggal Joko Umar, putranya yang bernama Mertalaya dipanggil menghadap ke Mataram dan diberi kedudukan sebagai Patuh (Lurah) di dalam kraton. Hal ini dilakukan karena besarnya jasa Joko Umar terhadap Mataram. Pada suatu malam hari menjelang pisowanan para Patuh, Patuh Mertalaya mencukur bulu kumisnya. Rontoknya bulu kumis terlihat bercahaya seperti percikan api yang jatuh ke tanah. Melihat hal tersebut, para Patuh kemudian melaporkan kejadian itu kepada Sunan Mas. Mendengar laporan para Patuh, Sunan Mas memanggil Mertalaya untuk menghadap.
Waktu itu, Sunan Mas masih perang batin dengan Raden Pragula yang terlihat diam namun batinnya tidak setuju dengan diangkatnya RM. Sutikna sebagai Sunan Amangkurat III. Raden Pragula adalah salah satu bupati di pesisir utara (Pati) yang sejak jaman Kanjeng Sunan Amangkurat I selalu menjadi penghalang raja-raja di Mataram. Maka itulah Sunan Mas kawatir dan memerintahkan Mertalaya untuk menumpas R. Pragula dengan membawa prajurit secukupnya. Mertalaya menyanggupi perintah itu, dan ia tidak meminta dikawal dengan prajurit yang banyak, namun cukup dengan empat orang prajurit yang ia anggap tangguh dan kuat. Empat orang itu adalah: Ki Jogasatru, Ki Rujakbeling, Ki Gobangkinosek, dan Ki Penthungpinanggul. Singkat cerita Patuh Mertalaya bersama empat orang prajurit tersebut akhirnya dapat menangkap dan membunuh R. Pragula. Lima orang tersebut kemudian kembali ke Mataram dengan membawa mayat R. Pragula.
Sunan Mas kemudian mengadakan selamatan di lingkungan kraton atas kemenangannya tersebut. Selanjutnya, Patuh Mertalaya dianugrahi pangkat Tumenggung dan kedudukan sebagai Bupati di Kraton Mataram dengan nama Tumenggung Mertanegara (Kanjeng Raden Tumenggung Mertanegara), sedangkan empat orang pengawalnya dianugrahi pangkat dan kedudukan sebagai bekel. Tumenggung Mertanegara kembali ke Biro dengan dianugrahi Kuda Boncengsari, Songsong Empok Lampit, Caping Sigar Jongkang, dan dikawal 40 prajurit.
Setelah kembali ke daerah asalnya, Mertanegara kemudian meneruskan adat selamatan tersebut di lokasi peninggalan Sunan Mas pada hari Rabu Kliwon bertepatan dengan hari kemenangannya. Sesuai dengan kondisi wilayahnya, upacara tersebut mulai dikaitkan dengan kegiatan pertanian. Tanah yang mereka terima sebagai imbalan pengabdian terhadap kerajaan (plungguh) harus digarap untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Adapun penggarapan tanah untuk pertanian tentu saja memerlukan air. Untuk itu, mereka mengadakan upacara sebagai sarana pepeling atas kemenangan Mertanegara, dan sebagai permohonan keselamatan serta keberhasilan kaum tani dalam mengolah lahan pertaniannya, dengan jalan tetap mengadakan upacara di komplek sumber air peninggalan Sunan Mas sebagai wujud penghormatan terhadap leluhur. Tradisi isi tetap dilaksanakan setiap tahunnya dalam rangka fungsi-fungsi tertentu, yakni sebagai pelestarian tradisi, fungsi spiritual, dan fungsi sosial.
b. Analisis
Kisah Sunan Mas dan Mertanegara yang dalam hal ini dianggap sebagai pepundhen atas keberadaan kolektif masyarakat Poyahan merupakan kisah yang mendasari adanya perayaan upacara tradisional Nyadran di wilayah tersebut. Tradisi yang dulu dilaksanakan Sunan Mas dan Mertanegara sebagai perwujudan selamatan atas kemenangan perang, kini diwujudkan untuk permohonan kemakmuran dan keselamatan masyarakat pendukungnya. Hal ini merupakan usaha masyarakat pendukungnya dalam hal pelestarian tradisi.
Pada masa pra Islam, tradisi selamatan adalah perilaku budaya masyarakat terhadap konsep animisme dan dinamisme. Namun pada kenyataannya, pada waktu ini tradisi selamatan masih dilaksanakan dengan memasukkan unsur-unsur Islam didalamnya (doa-doanya dalam versi Islam). Begitu juga dengan tradisi Nyadran di dusun Poyahan, meski sebagian besar masyarakatnya beragama Islam upacara tradisi tersebut masih terus dilaksanakan. Hal ini menunjukkan spiritual masyarakat dusun Poyahan dalam hal keyakinan. Mereka percaya, dengan penyelenggaraan upacara tersebut mereka akan terhindar dari marabahaya, mendapatkan ketentraman dan hasil bumi yang mencukupi.
Jika dilihat dari sosial-kemasyarakatannya, upacara tersebut secara tidak langsung berfungsi sebagai sarana sosial. Antara lain menunjukkan adanya kerukunan, kegotong-royongan, dan pengendali sosial. Hal ini dapat dilihat dari perilaku pendukung upacara dari persiapan, pelaksanaan hingga penutupan kegiatan, dimana mereka tidak dapat terlepas dari interaksi sosial untuk mewujudkan upacara tersebut.
c. Kesimpulan
Dari analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa mitos Sunan Mas yang mengadakan upacara di dusun Poyahan, oleh masyarakat pendukungnya kemudian diselenggarakan secara turun temurun. Penyelenggaran upacara ini tentunya mengalami berbagai perubahan. Sebagai contoh adalah tujuan penyelenggaraan upacara yang pada mulanya merupakan selamatan atas kemenangan perang Sunan Mas dengan Pragulapati, kemudian difungsikan sebagai media permohonan keselamatan dan keberhasilan dalam mengolah lahan pertanian oleh masyarakatnya. Hal tersebut sesuai dengan konsep budaya yang bersifat dinamis, selalu mencari bentuk baru sesuai dengan kondisi sosial masyarakat pendukungnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara fungsional mitos Sunan Mas merupakan kisah yang mendasari penyelenggaraan upacara Nyadran di dusun Poyahan. Upacara daerah yang melibatkan banyak orang, secara tidak langsung juga menunjukkan adanya fungsi sosial (kerukunan dan pengendali sosial), fungsi pelestarian tradisi, dan fungsi spiritual (menunjukkan keyakinan tertentu).
3. Contoh analisis mitos dengan menggunakan paradigma fungsionalisme struktural:
a. Paparan Mitos Percintaan Ratu Kidul dengan Panembahan Senopati
Sebelum Panembahan Senopati menjadi raja, pada saat beliau mulai berambisi untuk melepaskan diri dari Kasultanan Pajang, pamannya, yaitu Juru Martani menyarankan agar Panembahan Senopati memohon petunjuk kepada Tuhan dengan bertapa di pantai laut selatan. Sementara Ki Juru Martani akan memohon petunjuk Tuhan dengan bertapa di Gunung Merapi. Panembahan Senopati lalu mengapung di Kali Opak, mengikuti arus sampai ke muaranya di pantai laut selatan. Ketika Panembahan Senopati sampai di muara Sungai Opak, yaitu di Parangkusuma, muncul seekor ikan bernama Tunggul Wulung, menawarkan jasa untuk menggendongnya ke dasar samudra. Panembahan Senopati menolak, lalu ia duduk disebuah batu gilang untuk bertapa. Kekhusukan tapa Panembahan Senopati menimbulkan huru-hara di Kraton Laut Selatan. Air laut seakan mendidih, angin bertiup kencang menjadi badai dan taufan. Air bergelombang bagaikan diaduk. Karena itu, banyak ikan mati terlempar ke pantai.
Mengetahui kejadian itu, Kanjeng Ratu Kidul sebagai penguasa Lautan Selatan tergopoh-gopoh keluar dari laut untuk melihat hal apakah yang menyebabkan huru-hara di kerajaannya. Begitu melihat Panembahan Senopati yang sedang bertapa, Kanjeng Ratu Kidul memohon agar Panembahan Senopati menghentikan tapanya. Panembahan Senopati tidak menghiraukan permohonan Kanjeng Ratu Kidul tersebut. Keinginannya hanya satu, yaitu mohon petunjuk atas keinginannya untuk menjadi raja Mataram. Kanjeng Ratu Kidul lalu memberi tahu bahwa keinginannya akan terkabul. Dia akan menjadi raja besar di Mataram. Kanjeng Ratu Kidul juga berjanji akan ikut membantu menjaga ketentraman kerajaan Mataram nantinya secara turun temurun. Mendengar pernyataan dan janji Ratu Kidul, Panembahan Senopati lalu menghentikan tapanya. Oleh Kanjeng Ratu Kidul. Beliau diajak masuk ke Kraton Laut Kidul di dasar Samudra Indonesia sebagai tamu agung dan sekaligus mengikat jalinan percintaan. Sejak saat itulah Kanjeng Ratu Kidul menjadi kekasih Panembahan Senopati, dan selalu siap membantu apapun yang dibutuhkan Kerajaan Mataram.
Setelah Panembahan menjadi raja, Panembahan Senopati memberikan persembahan dalam bentuk upacara labuhan sebagai imbalannya. Persembahan itu berupa barang-barang tertentu sebagai pernyataan cintanya kepada Kanjeng Ratu Kidul. Sebagai balasannya, Kanjeng Ratu Kidul akan membantu menjaga ketentraman Kerajaan Mataram. Sebagai makhluk halus, Kanjeng Ratu Kidul hidup sepanjang masa. Sementara Panembahan Senopati sebagai manusia masa hidupnya terbatas. Untuk menjaga kelangsungan hubungan baik antara kerajaan Mataram dengan Kanjeng Ratu Kidul, raja-raja Mataram keturunan Panembahan Senopati-pun meneruskan tradisi itu. Bahkan menurut kepercayaan masyarakat, Kanjeng Ratu Kidul tetap menjadi kekasih para raja Mataram keturunan Panembahan Senopati. Oleh karena itu, upacara labuhan sebagai persembahan ungkapan tanda kasih terus dilaksanakan oleh raja-raja Mataram.
Apabila kewajiban itu diabaikan oleh anak cucu Panembahan Senopati yang memerintah Mataram, maka menurut kepercayaan, Kanjeng Ratu Kidul akan murka. Beliau akan mengirimkan pasukan makhluk halusnya untuk menyebarkan penyakit dan berbagai macam musibah yang akan menimbulkan mala petaka bagi rakyat dan kerajaan. Akan tetapi, apabila anak cucu Panembahan Senopati senantiasa memenuhi kewajibannya untuk menyelenggarakan labuhan, maka Kanjeng Ratu Kidul akan senantiasa ikut membantu keselamatan rakyat dan Kerajaan Mataram.
b. Cara Analisis
Langkah analisis yang pertama adalah mengambil ceriteme-ceriteme yang terdapat dalam mitos tersebut, yaitu:
1. Ki Juru Martani menyarankan agar Panembahan Senopati bertapa di pantai Laut Selatan agar terlepas dari Pajang dan nantinya menjadi raja di tanah Jawa.
2. Panembahan Senopati mengapungkan diri di Kali Opak mengikuti arus sampai muara pantai Laut Selatan.
3. Dalam perjalanannya ia bertemu dengan seekor ikan bernama Tunggul Wulung yang menawarkan jasa untuk mengantar Panembahan Senopati sampai dasar samudra, namun P. Senopati menolak.
4. Panembahan Senopati duduk bertapa di atas batu gilang.
5. Oleh karena kekhusukan tapanya menyebabkan timbulnya huru-hara di Kraton Lautan Selatan
6. Mengetahui hal tersebut, Ratu Kidul datang menemui Panembahan Senopati dan memohon untuk menghentikan tapanya.
7. Ratu Kidul memberi tahu bahwa keinginan Panembahan Senopati akan terkabul dan Ratu Kidul juga berjanji akan menjaga wilayah kekuasaan Panembahan Senopati kelak dikemudian hari secara turun temurun.
8. Mendengar pernyataan dan janji Ratu Kidul, Panembahan Senopati kemudian menghentikan tapanya.
9. Panembahan Senopati kemudian diajak masuk ke Kraton Lautan Selatan sebagai tamu agung dan sekaligus mengikatkan jalinan kasih dengan Ratu Kidul.
10. Panembahan Senopati berhasil menjadi Raja Mataram Islam. Sebagai imbalannya, Panembahan Senopati mengadakan labuhan dengan mempersembahkan barang-barang tertentu sebagai wujud pernyataan cintanya pada Ratu Kidul.
11. Anak keturunan Panembahan Senopati tetap menjalankan tradisi labuhan. Sebagai imbalannya, Ratu Kidul bersedia membantu Kerajaan Mataram secara turun temurun.
Analisis selanjutnya dengan mencari relasi-relasi fungsi yang terdapat dalam struktur mitos Ratu Kidul tersebut. Jika ditinjau dari sejarahnya, kisah percintaan Panembahan Senopati dengan Ratu Kidul terjadi ketika sebagian besar orang Jawa masih memeluk agama Hindu-Budha. Kisah persekutuan Panembahan Senopati yang berstatus sebagai Raja Mataram dengan Ratu Kidul sebagai Ratu Kraton Laut Selatan (penguasa makhluk halus) membuktikan adanya upaya kerjasama demi keberlangsungan masing-masing wilayahnya.
Panembahan Senopati yang seolah-olah lebih superior dibanding Ratu Kidul, namun tidak terkesan menguasai, merupakan kisah yang dapat dimaknai sebagai perembesan budaya secara damai. Hal ini berkaitan dengan adanya mitos Ratu Kidul merupakan kisah pra-Islam (Hindu-Budha) dan Panembahan Senopati sebagai penguasa kerajaan Islam Mataram, dimana keduanya mengalami sinkretisasi. Masa pra Hindu, Budha dan Islam di Jawa kemudian tidak dipandang sebagai bagian yang mencolok dan terpisah-pisah. Ada kesinambungan budaya dalam proses internalisasi Islam pada masa peralihan tersebut. Melalui mitos tersebut, kehadiran Islam di Kraton Jawa kemudian terasa sah, damai, dan masuk akal (Ahimsa-Putra, 2006: 361).
c. Kesimpulan
Dari analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: adanya persekutuan Panembahan Senopati sebagai penguasa Mataram dan Ratu Kidul sebagai penguasa makhluk halus Kraton Lautan Selatan, menyatakan adanya hubungan Raja dengan Ratu sebagai pemegang kekuasaan wilayah yang dipimpinnya. Dengan demikian, kisah tersebut merupakan sanara legitimasi politik kekuasaan Mataram Islam, dimana Panembahan yang terkenal sakti tersebut akan semakin mudah memperluas wilayahnya dengan bantuan pasukan makhluk halus Ratu Kidul.
Disamping itu, proses internalisasi agama Islam di Kraton Mataram waktu peralihan menunjukkan adanya perembesan agama dan budaya secara damai, tidak terputus, sambung-menyambung dan dapat diterima oleh masyarakatnya (Raja berpengaruh terhadap penyebaran agama di wilayahnya). Dengan demikian secara fungsional-struktural, mitos persekutuan Panembahan Senopati dan Ratu Kidul tersebut menunjukkan legitimasi kekuasaan raja dan agama Islam melalui sinkretisme budaya.

Jumat, 19 Agustus 2011

LIRIK LAGU BARAT

I'm With You
i'm standing on the bridge
i'm waiting in the dark
i thought that you'd be here by now
there's nothing but the rain
no footsteps on the ground
i'm listening but there's no sound

isn't anyone tryin’ to find me?
won't somebody come take me home?

(chorus)
it's a damn cold night
trying to figure out this life
won't you take me by the hand
take me somewhere new
i don't know who you are
but i... i'm with you
i'm with you

(mmm..)

i'm looking for a place
i'm searching for a face
is anybody here i know?
'cause nothing's going right
and everything’s a mess
and no one likes to be alone

isn't anyone tryin’ to find me?
won't somebody come take me home?

(chorus)

oh!

why is everything so confusing?
maybe i'm just out of my mind
yeah.. yeah.. yeah!..yeah.. yeah,
yeah.. yeah, yeah yeah,yeah...
it's a damn cold night
trying to figure out this life
won't you take me by the hand
take me somewhere new
i don't know who you are
but i....!
i'm with you...
i'm with you...
take me by the hand
take me somewhere new
i don't know who you are
but i!

i'm with you...
i'm with you...

take me by the hand
take me somewhere new
i don't know who you are
but i
i'm with you
i'm with you

i'm with you

Don't Tell Me

you held my hand and walked me home i know
while you gave me that kiss it was something like this it made me go ooh ohh
you wiped my tears, got rid of all my fears, why did you have to go?
guess it wasn’t enough to take up some of my love
guys are so hard to trust
did i not tell you that i’m not like that girl?
the one who gives it all away

[chorus:]
did you think that i was gonna give it up to you, this time?
did you think that it was somethin i was gonna do and cry?
don’t try to tell me what to do,
dont try to tell me what to say,
your better off that way

don’t think that your charm and the fact that your arm is now around my neck
will get you in my pants i’ll have to kick your ass and make you never forget
i’m gonna ask you to stop, thought i liked you a lot, but i’m really upset
get out of my head get off of my bed yeah thats what i said
did i not tell you that i’m not like that girl, the one who, throws it all away

[chorus]
did you think that i was gonna give it up to you, this time?
did you think that it was somethin i was gonna do and cry?
don’t try to tell me what to do,
dont try to tell me what to say,
your better off that way

this guilt trip that you put me on won’t, mess me up i’ve done no wrong
any thoughts of you and me have gone away

[chorus]
did you think that i was gonna give it up to you, this time?
did you think that it was somethin i was gonna do and cry?
don’t try to tell me what to do,
dont try to tell me what to say,
your better off that way

better off that way
i’m better off alone anyway


Don't Matter

akon don't matter lyrics:
oooh
ohoohwoo
oooh
ooohhwoo

nobody wanna see us together
but it don't matter no
cause i got you
nobody wanna see us together
but it don't matter no
cause i got you
cause we gon'fight
oh yeah we gon' fight
believe we gon' fight
fight for our right to love yeah
nobody wanna see us together
but it don't matter no
cause i got you

nobody wanna see us together
nobody thought we last forever
i feel them hopin' and prayin'
things between us don't get better
men steady comin' after you
women steady comin' after me
seems like everybody
wanna go for self
and don't wanna respect boundaries
tellin' you all those lies
just to get on your side
but i must admit there
was a couple secrets
i held inside
but just know that i tried
to always apologize
and im gonna have you first
always in my heart
to keep you satisfied

nobody wanna see us together
but it don't matter no
cause i got you
nobody wanna see us together
but it don't matter no
cause i got you
cause we gon' fight
oh yeah we gon' fight
believe we gon' fight
fight for our right to love yeah
[ find more lyrics on www.mp3lyrics.org/au ]
nobody wanna see us together
but it don't matter no
cause i got you

got every right to wanna leave
got every right to wanna go
got every right to hit the road
and never talk to me no more
you don't even have to call
even check for me at all
cuz' the way i been actin' lately
has been off the wall
especially towards you
puttin' girls before you
and they watchin'
everything i been doin'
just to hurt you
most of it just ain't true
and they won't show you
how much of a queen you are to me
and why i love you baby

nobody wanna see us together
but it don't matter no
cause i got you
nobody wanna see us together
but it don't matter no
cause i got you
cause we gon' fight
oh yes we gon' fight
believe we gon' fight
fight for our right to love yeah
nobody wanna see us together
but it don't matter no
cause i got you

oh oh oh oh oh oh
cause i got you
cause i got you
ooooh
cause i got you
cause i got you

nobody wanna see us together
but it don't matter no
cause i got you
nobody wanna see us together
but it don't matter no
cause i got you
cause we gon' fight
oh yes we gon' fight
believe we gon' fight
fight for our right to love yeah
nobody wanna see us together
but it don't matter no
cause i got you
nobody wanna see us together
but it dont matter no
cause i got you
(cause i got you)

Minggu, 19 Juni 2011

MASALAH DAN PENANGGULANGAN PADA LAPTOP

1. LAPTOP HANG
• Tanda-tanda laptop hang adalah program tidak bisa berjalan dengan normal, mouse tidak dapat digerakkan,keyboard tidak berfungsi, atau muncul blue screen(tampilan layar berwarna biru dan tampilan error.
• Penyebabnya biasanya banyak faktor seperti suhu di atas batas normal, virus,atau mungkin spywere yang merusak file2 sistem dan menggangu proses kerja sistem, serta program aplikasi yang tidak sempurna saat proses instalasi sehingga ketika di jalankan juga akan mengakibatkan hang.
 Penyelesaian masalah ini dapat dilakukan dengan langkah-langkan sebagai berikit :
a. Memeriksa respon CPU
Langkah-langkah yang dilakukan seperti :
a) Memeriksa apakan respon CPU masih berjalan atau tidak, caranya dengan menekan salah satu tombol keybourd yang dapat megaktifkan lampu indikator sebagai petunjuk untuk kita, misalnya kita tekan tombol Caps lock pada laoptop.
b) Kemudian periksa apakah lampu indikatornya menyala atau tidak, jika lampunya menyala berarti laoptop tidak hang dan segera ganti mouse anda.
c) Jika lampu tak menyala lanjutkan pada langkah selanjutnya.
b. Kemungkinan Virus
Kemungkinan yang kedua adanya serangan dari virus, jika kita menggunakan SO windows lakukan virus scenning lewat safe mode. Memeriksa virus lewat safe mode lebih efektif ketimbang lewat windows normal, karena pada safe mode sistem bekerja secara minimal sehingga membuat antivirus lebih leluasa dalam melakukan scenning. Langkahnya sebagai berikut :
a) Matikan laptop kemudian hidupkan kembali, ketika sedang booting tekan F8 berkali-kali sampai muncul pilihan menu
b) Pada menu pilihlah SAFE MODE lalu tekan enter.
c) Masuklah ke sistem sebagai administrator
d) Tunggu sampai kotak pesan muncul, pilih YES untuk menjalankan safe mode pada sistem
e) Setelah itu baru sceen laptop dengan antivirus yang anda miliki.
c. Memeriksa suhu CPU
Suhu normal pada CPU adalah berkisar antara 30-60 derajat, periksa suhu laptop anda dari bios atau menggunakan softwere speedfan 4.35 yang disertakan pada CD ikuti langkah-langkah berikut :
a) Hidupkan laptop dan masuk kedalam bios, ketika sedang booting tekan DEL atau F2 berkali-kali sampai muncul bios, jika bios tidak muncul baca buku manual laptop anda.
b) Setelah masuk ke bios pilih menu PC HEALTH STATUS atau menu lain yang menginformasikan suhu laptop.
c) Jika suhu berlebih maka belilah pendingin tambahan untuk laptop anda.
d. Langkah yang terakhir adalah instal ulang sistem oprasi yang anda gunakan.
2. Laptop Tidak Menampilkan Gambar
Jika hal seperti ini yang terjadi maka kita perlu manganalisa komponen apa saja yang berhubungan dengan tampilan layar LCD, Seperti Kartu memori(Rendom access memory,RAM), Inverter, dan Kartu Grafis(Video Graphics Adapter,VGA). Perhatikan langkah-langkah berikut :
• Memeriksa Memori
Periksalah memori apakah sudah terpasang dengan benar, jika sudah dan laptop juga tak mau menampilkan gambar, pindahkan memori anda ke laptop yang lain dan jika laptop hidup dengan normal berarti kondisi memori anda baik, dan jika tidak mau menampilkan gambar jga segera ganti kartu memori anda.
• Memeriksa Inverter
Jika memorinya baik maka kita akan memeriksa bagian inverter, sebelumnya bongkar dulu laptopnya, periksa apakah inverter terpasang dengan benar, lalu apakah kondisi fisiknya baik atau tidak, perhatikan pada board inverter apakah ada komponen yang hangus atau tidak, dan jika ingin lebih pasti pasang inverter kita di laptop yang sejenis, jika memang rusak segera ganti
• Memeriksa LCD
Periksa lcd laptop anda ke laptop lain, apakah bermasalah, dan apabila berjalan dengan normal kemungkinan besar kerusakan terletak pada kartu grafis pada mainboard dan sebaiknya bawa ke tempat service.
3. Laptop Terkena Air
Kecerobohan bisa saja terjadi kapan saja, mungkin pada saat bekerja dan tak sengaja anda menyentuh gelas di samping dan laptop anda terkena air, nah jangan panik dan langkukan langkah berikut :
• Cabut adaptor laptop(jika terpasang) dan segera lepaskan batrai laptop, agar tidak terjadi korsleting pada bagian-bagian laptop.
• Bogkar pada bagian yang kena air dan segera keringkan. Jangan mengeringkan hardwere dengan alat pemanas seperti hard dryer, lebih baik di lap dengan kain dan didiamkan di udara yang kering. Sabar dan tunggu sampai laptop kering.
4. Mengetik Huruf Angka yang muncul
Hal ini dapat di selesikan dengan menekan tombol FN + F11/NUM LOCK pada keybourd.
5. Laptop Tidak Dapat Booting(Login Windows)
Kegagalan booting seperti ini bisa disebabkan dari komponen harddisk yang rusak atau juga sistem oprasi yang dirusak oleh virus atau trojan. Maka coba lakukan langkah berikut :
• Memeriksa harddisk terdeteksi atau tidak, bisa jadi harddisk kita tak terdeteksi oleh laptop, periksa harddisk lewat bios.
a) Hidupkan laptop dan tekan del atau F2
b) Pada bios di halaman awal kita sudah mengetahui apakah harddisk kita terdeteksi atu tidak, dan jika harddisk terdeteksi dan laptop tak mau booting berarti kondisi harddisk baik.
• Jika harddisk baik maka instal ulang SO
6. Laptop Tiba-tiba Mati
Laptop yang tiba-tiba mati bisa diakibatkan dari prosesor yang terlalu panas,hal ini bisa di akibatkan oleh saluran udara yang tersumbat, namun terlebih dahulu kita memeriksa pengaturan power pada laptop yang mungkin belum sesuai. Langkah-lanhkanhnya :
• Periksa Pengaturan Power
Pengaturan power bisa masuk melalui control panel dan pilih power option
• Periksa Suhu Laptop
Seperti yang telah di bahas di depan. Dan pastikan saluran udara laptop tak tersumbat, jangan menaruh laptop di tempat yang terlalu empuk.

Jumat, 15 April 2011

KEDATANGAN AGAMA HINDU DAN BUDHA DI INDONESIA

Keeksotisan india menyimpan berragam cerita. Kebudayaan yang berragam serta kepercayaan yang doimiliki oelh india seolah menasbihkan arti baru bagi kekayaan sebuah negara yang sebenarnya, Agama Hindu misalnya, yang sangat berakar di india bahkan keturunannya tumbuh berkembang dan menyebar sampai ke negara-negara tetangga, termasuk indonesia.

Perkembangan agama hindu di indonesia di mulai sejak ratusan tahun yang lalu, agama hindu bibawa langsung dari india dan tiongkok oleh seorang resi dari india, Resi Agastya dan musafir budha Pahyien dari tiongkok. Pada awal kedatangannya di indonesia kedua tokoh tersebut memang sudah bermaksud untuk menyebarkan dharma hindu dan ajaran-ajaran baik di indonesia.

Jumat, 07 Januari 2011

PERKEMBANGAN AGAMA HINDU

PENERAPAN AGAMA HINDU DI JAMAN KALIYUGA
Jaman Kaliyuga adalah jaman dimana keadaan tidak menentu, kacau atau tidak harmonis, bingung, Pada saat yang sama penerapan ajaran agama mendapat porsi yang sangat sedikit, demikian disampaikan oleh Pedanda Gunung dalam ceramahnya di Ruang Serbaguna PT. ISM Bogasari Flour Mills.

Pada Kepustakaan Lontar Rogha Sanghara Bumi pada lampiran I B, dalam terjemahan disebutkan jaman Kaliyuga ditandai dengan peristiwa dimana para DEWA meninggalkan bumi dengan digantikan oleh para BHUTA menguasai bumi ini dan pada saat itu dunia mengalami kerancuan, ketidak harmonisan, malapetaka dan arah yang tidak menentu.

Periode berlangsungnya/Kapan, berapa lama setiap jaman berlangsung? Pembagian jaman secara valid tidak diketahui batasnya dengan pasti. Yang perlu mendapat perhatian dalam kehidupan di dunia ini adalah bahwa kondisi pada pengaruh ke empat jaman terutama jaman Kali senantiasa ada, dan seberapa porsi pengaruh pada diri manusia tergantung pada perilaku manusia itu sendiri karena manusia merupakan pelaku utama terhadap keadaan harmoni maupun disharmoni-pada diri manusia terdapat sifat DEWA maupun KALA .

BHAKTI / Kasih Sayang yang Murni kepada Tuhan (SIWA). Hal ini dapat dilakukan dengan mengucapkan/mengumandangkan nama suci Tuhan antara lain dengan menyebutkan nama aksara sucinya “Om Namah Siwaya” diucapkan melalui lahir bhatin secara berulang - ulang, Rasa Bhakti ini tidak hanya dilakukan ketika berada di Pura, tetapi dapat dilaksanakan pada tempat lainnya setiap saat.
TRESNA : Sikap bersahabat dengan orang lain/Kasih Sayang.

ASIH : Bersikap Welas Asih pada semua makhiuk, hal ini dapat dilakukan dengan cara berperilaku yang baik, bahwa pada prisipwa kita tidak beda dengan yang lainnya . Hal ini ditegaskan dalam Veda yang dinyatakan dalam satu kalimat sutra yaitu ; Wasudewa Kutumbhakam : Semua mahluk berasal dari satu sumber yaitu Tuhan (Vasudeva) ; Semua mahkluk adalah saudara .

Dalam kepustakaan lontar Agastya Parwa disebutkan tiga bentuk prilaku untuk mewujudkan harmoni di jagat raya ini serta jalan menuju nirvana (sorga) antara lain :
TAPA : Melakukan pengendalain diri baik fisik maupun mental.
YAJNA : Melaksanakan Agnihotra yang utama , yaitu pemujaan kehadapan Sanghyang Siwagni (Tuhan Yang Maha Esa)
KERTHI : Melaksanakan pelayanan yang direalisasikan dalam bentuk membangun tempat pengobatan (apotik,kKlinik dan rumah sakit), membangun tempat suci/pura/candi/, tempat peristirahatan, mengeloia tanah dengan baik/bercocok tanam (bertani), mengelola air minum dan kepentingan pengairan(pancuran) dan membuat penyimpanan air, kolam, waduk, bendungan (telaga). AA. Ketut Patera,SE.





Kali-Yuga adalah salah satu dari empat (catur) Yuga yang kondisi kehidupan manusianya paling buruk dan paling jelek akibat kegelapan spiritual. Keempat Yuga dimaksud adalah:
1. Satya-Yuga
2. Treta-Yuga
3. Dvapara-Yuga, dan
4. Kali-Yuga.
Adapun ciri-ciri setiap Yuga dapat dilihat dari prinsip-prinsip dharma yang semakim merosot, suasana kehidupan manusia yang semakim jelek dan kegiatan penduduk dunia yang semakim korup.Sementara itu, prinsip-prinsip adharma semakim berkembang subur dan akhirnya merajalela di masyarakat manusia seraya melenyapkan prinsip-prinsip dharma.
Ciri-ciri setiap Yuga dapat diringkas sebagai berikut;


Menurut Bhagavata Purana 12.3.27-30, segala kegiatan di alam material ini terjadi karena interaksi Tri Guna, tiga sifat alam material yaitu: sattvam (kebaikan), rajas (kenafsuan) dan tamas (kegelapan). Ia (Tri-Guna) menyelimuti segala makhluk di alam material. Dan ketiga unsurnya itu berinteraksi karena dipicu oleh sang waktu, tenaga pengendali tak berwujud Sri Krishna. Yuga sebagai pencerminan ketiga sifat alam material tersebut dapat diringkas sebagai berikut.


Dari segi kenyamanan hidup, keempat Yuga tersebut di ibaratkan sebagai musim yang berbeda-beda. Dari segi kualitas kehidupan, keempat Yuga tersebut di ibaratkan sebagai logam yang berbeda-beda. Dari segi spiritual, keempat Yuga tersebut di-ibratkan sebagai kegiatan sang manusia yang berbeda-beda. Sebutan Yuga yang berbeda-beda itu dapat diringkas sebagai berikut.

Berdasarkan penelitian seksama terhadap Jyotir-Veda (ilmu Astronomi Veda), para akhli (sarjana tradisional Veda) menyatakan bahwa Kali-Yuga mulai pada tanggal 18 Pebruari 3102 SM ketika Raja Pariksit naik tahta Kerajaan Hastinapura. Dikatakan bahwa pada hari itu ke 7 (tujuh) planet termasuk Bulan dan Matahari tidak dapat dilihat dari Bumi, sebab mereka berjejer lurus satu arah dibalik Bumi. Sementara itu, planet Rahu yang tidak bisa dilihat mata telanjang, tepat berada diatas Bumi di langit yang gelap gulita. Oleh karena tahun Masehi telah berlangsung selama 2006 tahun, maka pernyataan bahwa Kali-Yuga mulai sekitar 5.100 tahun yang lalu diakui sebagai kebenaran oleh para penganut ajaran Veda.
Diceritrakan bahwa Raja Pariksit bertemu kepribadian Kali-Yuga dalam wujud seorang sudra berkulit hitam dan berpakaian seperti Raja di tepi sungai Saraswati ketika beliau memeriksa wilayah Kerajaannya. Si sudra sedang menyiksa sapi jantan (perlambang dharma) dan sapi betina (perlambang Bumi) dengan gada. Karena mohon maaf atas perbuatannya yang biadab, Raja Pariksit tidak membunuh si sudra. Beliau mengusir si sudra keluar wilayah Kerajaannya dan memperkenankan dia tinggal di 4 (empat) tempat yaitu:
1. Rumah Potong Hewan
2. Tempat pelacuran
3. Tempat perjudian, dan
4. Tempat dimana emas disimpan.
Veda menyatakan bahwa Bumi diliputi Kali-Yuga setelah Sri Bhagavan, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa , Krishna kembali ke tempat tinggalnya Goloka-dhama di alam rohani. Dikatakan bahwa begitu Kali-Yuga memasuki Bumi, maka pape yad ramate janah, manusia mulai bersuka-ria dalam beraneka-macam kegiatan berdosa (Bhagavata Purana 12.2.29). Tetapi selama Sri Krishna masih menginjakkan kaki-Nya di Bumi, tavat kalir vai prthivim parakrantun na casakat, selama itu pula Kali-Yuga tidak berdaya menguasai Bumi (Bhagavata Purana 12.2.30).
Bhagavata Purana 12.2.31 menyatakan bahwa Kali-Yuga berlangsung selama dvadasabda satatmakah, dua abad deva, atau 1.200 tahun deva. Menurut tahun manusia, Kali-Yuga berlangsung selama 1.200 x 360 = 432.000 tahun (1 hari deva = 1 tahun manusia). Dari jumlah ini, 5.100 tahun telah berlalu, sehingga Kali-Yuga punya jangka waktu berlangsung yang masih lama yaitu 426.900 tahun manusia.
Dikatakan lebih lanjut oleh Veda bahwa Kali-Yuga mulai mencengkram penduduk Bumi dengan kekuatannya penuh ketika kumpulan bintang (planet) Sapta-Rishi bergerak dari garis edar Bulan yang di-sebut Magha ke garis edar Bulan yang disebut Purvasadha yaitu ketika Raja Nanda dan dinastinya mulai memerintah India (Bhagavata Purana 12.2.32). Itu terjadi sekitar 1977 tahun SM (Sebelum Masehi).
Kali-Yuga sebagai jaman kemerosotan akhlak dan moral ditunjukkan oleh pernyataan-pernyataan Veda berikut.
Veda menyatakan,”Sa kalir tamasa smrtah, Kali-Yuga disebut jaman tamas, kegelapan/kebodohan” (Bhagavata Purana 12.3.30). Tamas (kegelapan/kebodohan) adalah salah satu unsur Tri-Guna, tiga sifat alam material yaitu sattvam (kebaikan), rajas (kenafsuan) dan tamas (kegelapan).
Mengenai sifat alam tamas ini, Veda menjelaskan sebagai berikut, “Sifat alam tamas ini menyebabkan manusia mengkhayal, sehingga manusia menjadi berpikir tidak waras, malas dibidadang kerohanian dan banyak tidur”. Selanjutnya dikatakan,”Adharmam dharman iti ya manyate tamasavrta, diliputi sifat tamas, manusia menganggap yang benar adalah salah dan yang salah adalah benar, sehingga sarvarthan viparitams ca, segala kegiatannya menuju kearah sesat” (Bhagavad Gita 18.32).
Penjelasan Veda lebih lanjut adalah sebagai berikut:
1. Dalam masa Kali-Yuga, manusia cendrung semakim rakus, berprilaku jahat (korup) dan tidak mengenal belas-kasihan. Mereka bertengkar satu dengan yang lain tanpa alasan benar. Mereka bernasib malang, diliputi beraneka-macam keinginan material dan sudra-dasottarah prajah, mayoritas tergolong sudra dan manusia tidak beradab (Bhagavata Purana 12.3.25).
2. Kegiatan tipu-menipu dan berbohong, malas dibidang kerohanian, banyak tidur dan tindak kekerasan, kecemasan, kesedihan, kebingungan, ketakutan dan kemiskinan merajalela (Bhagavata Purana 12.3.30).
3. Karena fakta-fakta tersebut, maka Kali-Yuga sering disebut sebagai jaman kemerosotan akhlak dan moral, jaman perselisihan dan pertengkaran, jaman kepalsuan, jaman edan, jaman kekalutan, jaman kemunafikan, jaman penderitaan dan kesengsaraan.
Maha Rishi Sukadeva Goshwami menjelaskan 24 ciri Kali-Yuga kepada Raja Pariksit, yaitu;
1. Dharma merosot dan Adharma berkembang subur.
2. Kualitas, moral dan hidup manusia merosot.
3. Manusia bertabiat Asurik (jahat).
4. Manusia munafik dan curang.
5. Raja, kepala da pejabat negara bermoral buruk dan rendah.
6. Kekayaan material dan keniknatan indriyawi menjadi tujuan hidup.
7. Hukum dan keadilan ditentukan oleh kekuasaan.
8. Perkawinan berlangsung karena daya tarik material dan sex berdasarkan prinsip suka sama suka.
9. Segala urusan dan hubungan bisnis berlandaskan tipu-muslihat.
10. Para brahmana sibuk dengan urusan mengenyangkan perut dan memuaskan kemaluan.
11. Aturan hidup varna-asrama dharma dicampakkan.
12. Manusia selalu berpikir keliru.
13. Kekuasaan dicapai melalui kekuatan.
14. Rakyat menderita karena bencana alam, kelaparan, beban pajak, penyakit dan kecemasan.
15. Wanita hidup bebas dan tidak suci.
16. Veda dimengerti dengan pola pikir atheistik.
17. Kota-kota dikuasai para bandit.
18. Sapi dibunuh untuk makanan.
19. Majikan dan pelayan saling tidak setia.
20. Laki-laki dikendalikan wanita.
21. Orang-orang sudra menipu melalui praktek kerohanian.
22. Manusia menjadi amat individualistik.
23. Manusia dan alam terkena polusi, danManusia melalaikan Tuhan karena berwatak atheistik.



Kiamat Menurut Hindu
Untuk berbagi dan menambah cakrawala pikir, berikut saya cuplikkan tulisan mengenai Kiamat Menurut Hindu. Mudah-mudahan ada manfaatnya.
Berikut tulisannya.
OM Awighnam Astu Namo Sidham,
Om Swastyastu
Hari ini sebagaimana kita ketahui merupakan rainan Purnama Sasih Kanem. Marilah kita menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas anugerah yang diberikan-Nya sehingga kita ada dalam keadaan sehat tidak kurang suatu apapun juga. Yang kedua kami pribadi menyampaikan terima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk membawakan dharma wacana kali ini, karena dengan kesempatan ini memacu kami untuk mencari tahu lebih banyak, membaca lebih banyak sehingga harapan kami mampu tampil mewartakan dharma dengan baik.
Pada kesempatan ini, kami sangat tertarik untuk mencari permasalahan aktual yang berkembang akhir-akhir ini, dan kebetulan pada saat kami jalan-jalan di Gramedia, kami menemukan banyak sekali buku (lebih dari 3 judul) yang membahas tentang tahun 2012, lebih spesifik lagi, KIAMAT 2012. Dan ternyata bukan buku saja yang banyak mengulas tentang Kiamat 2012 ini, tetapi juga berbagai acara TV dalam 1 bulan belakangan ini. Tidak sedikit yang percaya akan ramalan yang sebenarnya bermula dari Suku Maya ini (–manuskrip peninggalan suku Maya system penanggalannya berakhir pada 21-12-2012 yang diinterpretasikan sebagai kiamat–), Dan bahkan yang paling fenomenal adalah diluncurkannya film Hollywood dengan judul “2012” dan mencetak box office (–MUI Jatim melarang untuk menonton film ini–), karena keingintahuan yang sedemikian besar tentang kiamat.
Berbagai kalangan baik agama ataupun secara ilmiah sudah mengungkapkan tentang kiamat. Bahkan yang paling menghebohkan adalah Teori Kiamat Planet X/Nibiru yang akan menabrak Bumi pada 21-12-2012 (–hal ini kemudian terbantahkan secara ilmu astronomi–). Untuk itu, dalam dharma wacana kali ini kami mengangkat Tema : KIAMAT MENURUT AGAMA HINDU. Hal-hal akan dicoba diulas adalah sebagai berikut :
- Apakah Hindu mengenal konsep kiamat? Jika ya, Bagaimanakah konsep kiamat menurut agama Hindu?
- Kapan kiamat menurut Hindu?
- Bagaimana kita menyikapi jaman Kali saat ini?
Baiklah kita mencoba membahas kedua hal tsb satu per satu :
a. Kiamat menurut agama Hindu
Bapak-bapak, Ibu-ibu serta adik-adik yang kami banggakan, Setelah kami cuplik bagaimana kiamat menurut Suku Maya dan juga Ilmu Pengetahuan Modern sebelumnya, walaupun sebenarnya masih ada banyak lagi paham, golongan maupun agama yang memiliki konsep mengenai Kiamat ini. Pendapat atau pandangan tentang dunia kiamat itu dalam era demokrasi dewasa ini tentunya boleh-boleh saja. Yang patut dijelaskan, khususnya pada kesempatan yang berbahagia ini adalah, bagaimanakah pandangan Hindu tentang dunia kiamat ini.
Semua ciptaan Tuhan ditata berdasarkan hukum utpati (tercipta), sthiti (hidup terpelihara) dan pralina (lenyap kembali kepada asalnya). Alam dan isinya ini, setelah masanya selesai beredar dan berputar-putar, akan pralina atau pralaya.
Istilah kiamat memang tidak dijumpai dalam ajaran Hindu, karena memang itu bukan bahasa Sansekerta, bahasa yang dipakai dalam ajaran Hindu. Namun, yang sejajar dengan konsep kiamat adalah konsep pralina atau pralaya yang ada dalam kitab-kitab Purana. Dalam kitab-kitab Purana, utpati, sthiti dan pralina dibahas secara khusus. Memang terdapat sedikit perbedaan antara Purana satu dan Purana lainnya mengenai konsep ini. Namun, secara umum menyangkut hal-hal yang substansial tentang pralaya, semua Purana isinya sama, bahwa semua ciptaan Tuhan ini kena hukum TRI KONA yaitu utpati, sthiti dan pralina itu.
Empat Konsep Pralaya
Konsep pralaya dalam Wisnu dan Brahma Purana ada dinyatakan empat konsep pralaya yaitu:
* Nitya Pralaya yaitu proses kematian yang terjadi setiap hari dari semua makhluk hidup. Bahkan dalam diri manusia pun setiap detik ada sel tubuhnya yang mati dan diganti dengan sel baru. Sel tubuh manusia terjadi utpati, sthiti dan pralina.
*Naimitika pralaya adalah pralaya yang terjadi dalam satu periode manu. Menurut pandangan ini akan terjadi pralaya terbatas dalam setiap akhir manwantara. Ini artinya akan terjadi 14 kali naimitika pralaya atau kiamat terbatas atau kehancuran alam secara terbatas.
* Prakrtika Pralaya yaitu terjadinya pralaya secara total setelah manwantara ke-14. Saat terjadinya Prakrtika Pralaya, seluruh alam semesta beserta isinya lenyap dan kembali pada Brahman atau Tuhan Yang Mahaesa dalam waktu yang panjang atau satu malamnya Brahma. Setelah itu akan terjadi penciptaan lagi dan memulai dengan manwantara pertama lagi. Prakrtika Pralaya inilah yang mungkin identik dengan konsep kiamat menurut kepercayaan lainnya. Karena, semua unsur alam dengan segala isinya kembali pada Brahman. Menurut keyakinan Hindu, hanya Tuhanlah yang kekal abadi. Tapi gambaran dan keadaan mahapralaya sangat berbeda dengan gambaran dan keadaan hari Kiamat. Hari Kiamat digambarkan sebagai kehancuran dasyat yang membawa siksa dan penderitaan tiada taranya bagi manusia. Mahapralaya digambar dengan sangat berbeda: Brahman adalah kebahagian; sebab dari kebahagiaan semua mahluk hidup, dalam kebahagiaan mereka semua hidup, dan ke dalam kebahagiaan mereka semua kembali”!. (Tattiriya Upanishad). Seperti seorang meninggal dengan tenang pada usia tua.
* Atyantika Pralaya yaitu pralaya yang disebabkan oleh kemampuan spiritualnya melalui suatu pemberdayaan jnana yang amat kuat sehingga seluruh dirinya masuk secara utuh lahir batin kepada Tuhan Brahman.
b. Kapan Pralaya menurut Hindu?
Dalam kitab Brahma Purana, dinyatakan satu hari Brahman (satu kalpa) atau satu siang dan satu malamnya Tuhan lamanya 14 manwantara. Satu manwantara = 71 maha yuga. Satu maha yuga = empat zaman yaitu kerta, treta, dwapara dan kali yuga. Satu maha yuga = 4,32 juta tahun manusia.
Sekarang peredaran alam semesta sedang berada pada manwantara ketujuh dibawah pimpinan Vaivasvata Manu. Ini artinya pralaya atau kiamat total akan terjadi setelah manu ke-14 berakhir (14×71×10000×432=4.294.800.000 tahun manusia). Manu ke-14 adalah Suci sebagai Indra Savarni Manu.
Ada 2 sisi yang kontradiktif antara ilmu pengetahuan dengan agama. Agama : Believing is Seeing (percaya dulu baru bisa melihat), Science : Seeing is Believing (melihat dulu baru bisa percaya). Oleh karena itu, semua dikembalikan pada kita, karena semua perhitungan di atas diluar kemampuan manusia.
Demikianlah konsep pralaya (semacam kiamat) menurut Hindu. Yakinlah, pralaya dalam arti Prakrtika Pralaya tidak akan terjadi dalam waktu dekat ini, apalagi dinyatakan akhir tahun ini atau 21-12 tahun 2012 mendatang. Sedangkan Nitya Pralaya akan terjadi dalam setiap hari, ada makhluk hidup yang mati dan ada yang lahir.
c. Bagaimana menyikapi jaman Kali?
Lalu, jika memang kiamat itu akan datang, baik dalam waktu dekat ataupun kapan pun datangnya, apakah kita harus khawatir?
Jawabnya adalah : TIDAK. Mengapa?
Dalam Bhagavadgita 4.7 disampaikan :
yada yada hi dharmasya
glanir bhavati bharata
abhyutthanam adharmasya
tadatmanam srjam y aham
Kapanpun dan dimanapun pelaksanaan dharma merosot dan hal-hal yang bertentangan dengan dharma merajalela, pada waktu itulah Aku (Tuhan) sendiri turun untuk menegakkannya kembali”
Jadi disana jelas disebutkan bahwa Tuhan akan turun (mengambil wujud ) setiap terjadi kemerosotan Dharma , kondisi ini akan terjadi terus menerus tidak berhenti pada suatu titik tapi terus terjadi sesuai dengan siklus waktu.
Dalam Bhagavata Purana (1.1.10) disampaikan
präyeëälpäyuñaù sabhya
kaläv asmin yuge janäù
mandäù sumanda-matayo
manda-bhägyä hy upadrutäù
“Wahai orang-orang yang terpelajar,
dalam jaman Kali, atau jaman besi,
umur manusia sangat pendek.
Mereka suka bertengkar, malas, mudah
disesatkan (salah pimpin), bernasib
malang, dan diatas segala-galanya,
mereka selalu gelisah.”
Berikutnya kami kutipkan dari Manawa Dharmasastra, I.86
Tapah param krta yuge
Tretayam jnanamuscyate.
Dwapare yajnaewahur
Danamekam kalau yuge.
Artinya: Pada zaman Kerta Yuga, dengan bertapalah cara beragama yang paling utama. Zaman Treta Yuga, beragama dengan mengamalkan ilmu pengetahuan suci (jnana) itulah yang paling utama. Zaman Dwapara, yadnya-lah yang paling utama. Sedangkan pada zaman Kali Yuga, dana punia-lah cara beragama yang paling utama.
Untuk menyelamatkan diri dari pengaruh buruk pada setiap perjalanan yuga itu, Swami Satya Narayana menyatakan agar manusia berperilaku seperti zaman atau mengikuti yuga sebelumnya. Misalnya, pada zaman treta, Sri Rama dan para pengikutnya berperilaku mengikuti zaman kerta yuga meskipun Sri Rama hidup pada zaman treta yuga. Sedangkan Rahwana berperilaku seperti zaman kali. Karena itu, Sri Rama dengan pengikutnya selamat hidup di bawah lindungan dharma dan Rahwana hancur karena hidup berdasarkan adharma.
Demikian juga Pandawa dengan Sri Krisna hidup pada zaman dwapara yuga, tetapi perilakunya mengikuti zaman kerta dan treta yuga. Dengan demikian Pandawa dan Sri Krisna memenangkan hidup berdasarkan dharma, sedangkan Korawa hancur karena mengikuti cara hidup yang adharma.
Demikianlah kini, kalau ingin selamat dari pengaruh zaman kali, hiduplah seperti zaman dwapara. Bahkan kalau bisa, ikuti treta atau kerta, maka akan selamatlah dari pengaruh buruk zaman kali. Justru pengaruh baiknya yang akan didapatkan.
Kesimpulan :
Bapak-bapak, Ibu-ibu serta adik-adik yang kami banggakan, dari pemaparan di atas, dapat kami simpulkan beberapa hal sebagai berikut :
- Dalam agama Hindu dikenal konsep Pralina atau Pralaya yang dibagi dalam 4 konsep, yaitu : Nitya, Naimitika, Prakrtika dan Atyantika Pralaya.
- Untuk Prakrtika Pralaya (semacam kiamat) akan terjadi setelah manvantara ke-14 (4,294 milyar tahun), sementara kita saat ini berada pada manvantara ke-7.
Di jaman Kali ini, kita harus mengutamakan sikap/perilaku di jaman Dwapara (beryadnya) dan jika memungkinkan mengikuti Treta Yuga (jnana) atau Kerta Yuga (tapa), untuk menyelamatkan diri dari pengaruh buruk pada setiap perjalanan yuga. Mudah-mudahan apa yang kami sampaikan ada manfaatnya dan sebagai penutup, ijinkan kami menyampaikan Parama Shanti :
Om Shanti, Shanti, Shanti Om.
Makassar, 1 Desember 2009
Pembawa Dharma Wacana,
A.A. Pemayun, SE, MM
Daftar Pustaka :
1.I Ketut Wiana, Posted on 10. Aug, 2009 by Speqlen in Hindu.
2.A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada. 1989. Bhagavad-Gita menurut aslinya.
3.Berbagai sumber di internet.


Sejarah Perkembangan Agama Hindu
Hindu Dharma, Sanàtana Dharma dan Vaidika Dharma.

Dalam upaya memantapkan pandangan kita terhadap ajaran Hindu Dharma terlebih dahulu kami ingin menekankan kembali nama dan sumber ajaran Hindu atau Hindu Dharma yang kita kenal sebagai satu agama tertua yang masih dianut oleh umat manusia. Hal ini kami pandang sangat perlu mengingat sampai sekarang masih ada pandangan dan buku-buku yang mendiskreditkan agama Hindu dan menganggap agama Hindu sebagai agama yang tidak bersumber pada wahyu Tuhan Yang Maha Esa. Bahkan Prof. Dr. Mukti Ali, sebagai tokoh ahli perbandingan agama di Indonesia pada Kongres Agama-Agama di Indonesia, tanggal 11 Oktober 1993 di Yogyakarta menyatakan bahwa agama Hindu tidak mengenal missi karena dibatasi oleh sistem kasta. Bilama Hindu tidak mengenal missi, bagaimana orang Indonesia di masa yang lalu memeluk agama Hindu?
Siapakah yang menyebarkan agama Hindu ke Indonesia? Selanjutnya tentang kasta adalah bentuk penyimpanan dan interpretasi yang keliru dari pengertian Varna sebagai tersebut dalam kitab suci Veda. Yang dimaksud dengan Varna adalah pilihan profesi sesuai dengan Guóa (bakat pembawaan orang) dan Karma (kerja yang dia lakoni) oleh setiap orang.
Dipakai nama Hindu Dharma sebagai nama agama Hindu menunjukkan bahwa kata Dharma mempunyai pengertian yang jauh lebih luas dibandingkan dengan pengertian kata agama dalam bahasa Indonesia. Dalam kontek pembicaraan kita saat ini pengertian Dharma disamakan dengan agama. Jadi agama Hindu sama dengan Hindu Dharma. Kata Hindu sebenarnya adalah nama yang diberikan oleh orang-orang Persia yang mengadakan komunikasi dengan penduduk di lembah sungai Sindhu dan ketika orang-orang Yunani mengadakan kontak dengan masyarakat di lembah sungai Sindhu mengucapkan Hindu dengan Indoi dan kemudian orang-orang Barat yang datang kemudian menyebutnya dengan India. Pada mulanya wilayah yang membentang dari lembah sungai Shindu sampai yang kini bernama Srilanka, Pakistan, Bangladesh disebut dengan nama Bhàratavarsa yang disebut juga Jambhudvìpa.
Kata Sanàtana Dharma berarti agama yang bersifat abadi dan akan selalu dipedomani oleh umat manusia sepanjang Nama asli dari agama ini masa, karena ajaran yang disampaikan adalah kebenaran yang bersifat universal, merupakan santapan rohani dan pedoman hidup umat manusia yang tentunya tidak terikat oleh kurun waktu tertentu. Kata Vaidika Dharma berarti ajaran agama yang bersumber pada kitab suci Veda, yakni wahyu Tuhan Yang Maha Esa (Mahadevan, 1984: 13).
Kitab suci Veda merupakan dasar atau sumber mengalirnya ajaran agama Hindu. Para åûi atau mahàrûi yakni orang-orang suci dan bijaksana di India jaman dahulu telah menyatakan pengalaman-pengalaman spiritual-intuisi mereka (Aparokûa-Anubhuti) di dalam kitab-kitab Upaniûad, pengalaman-pengalaman ini sifatnya langsung dan sempurna. Hindu Dharma memandang pengalaman-pengalaman para mahàrûi di jaman dahulu itu sebagai autoritasnya (sebagai wahyu-Nya). Kebenaran yang tidak ternilai yang telah ditemukan oleh para mahàrûi dan orang-orang bijak sejak ribuan tahun yang lalu, membentuk kemuliaan Hinduisme, oleh karena itu Hindu Dharma merupakan wahyu Tuhan Yang Maha Esa (Sivananda, 1988: 4)
Kebenaran tentang Veda sebagai wahyu Tuhan Yang Maha Esa ditegaskan oleh pernyataan yang terdapat dalam kitab Taittiriya Aranyaka 1.9.1 (Dayananda, 1974:LI) maupun maharsi Aupamanyu sebagai yang dikutip oleh mahàrûi Yàûka (Yàskàcarya) di dalam kitab Nirukta II.11 (Loc.Cit). Bagi umat Hindu kebenaran Veda adalah mutlak, karena merupakan sabda Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya Úrì Chandrasekarendra Sarasvati, pimpinan tertinggi Úaýkara-math yakni perguruan dari garis lurus Úrì Úaýkaràcarya menegaskan : Dengan pengertian bahwa Veda merupakan sabda Tuhan Yang Maha Esa (Apauruûeyam atau non human being) maka para maharsi penerima wahyu disebut Mantradraûþaá (mantra draûþaá iti åûiá). Puruûeyaý artinya dari manusia. Bila Veda merupakan karangan manusia maka para maharsi disebut Mantrakarta (karangan/buatan manusia) dan hal ini tidaklah benar. Para maharsi menerima wahyu dari Tuhan Yang Maha Esa (Apauruûeyam) melalui kemekaran intuisi (kedalaman dan pengalaman rohani)nya, merealisasikan kebenaran Veda, bukan dalam pengertian atau mengarang Veda. Apakah artinya ketika seorang mengatakan bahwa Columbus menemukan Amerika ? Bukankah Amerika telah ada ribuan tahun sebelum Columbus lahir? Einstein, Newton atau Thomas Edison dan para penemu lainnya menemukan hukum-hukum alam yang memang telah ada ketika alam semesta diciptakan. Demikian pula para maharsi diakui sebagai penemu atau penerima wahyu tuhan Yang Maha Esa yang memang telah ada sebelumnya dan karena penemuannya itu mereka dikenal sebagai para maharsi agung. Mantra-mantra Veda telah ada dan senantiasa ada, karena bersifat Anadi-Ananta yakni kekal abadi mengatasi berbagai kurun waktu. Oleh karena kemekaran intuisi yang dilandasi kesucian pribadi mereka, para maharsi mampu menerima mantra Veda. Para mahàrûi penerima wahyu Tuhan Yang Maha Esa dihubungkan dengan Sùkta (himpunan mantra), Devatà (Manifestasi Tuhan Yang Maha Esa yang menurunkan wahyu) dan Chanda (irama/syair dari mantra Veda). Untuk itu umat Hindu senantiasa memanjatkan doa pemujaan dan penghormatan kepada para Devatà dan maharsi yang menerima wahyu Veda ketika mulai membaca atau merapalkan mantra-mantra Veda (Chandrasekharendra, 1988: 5).
Kitab suci Veda bukanlah sebuah buku sebagai halnya kitab suci dari agama-agama yang lain, melainkan terdiri dari beberapa kitab yang terdiri dari 4 kelompok yaitu kitab-kitab Mantra (Saýhità) yang dikenal dengan Catur Veda (Ågveda, Yajurveda, Sàmaveda atau Atharvaveda). Masing-masing kitab mantra ini memiliki kitab-kitab Bràhmaóa, Àraóyaka dan Upaniûad) yang seluruhnya itu diyakini sebagai wahyu wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang didalam bahasa Sanskerta disebut Úruti. Kata Úruti berarti sabda tuhan Yang Maha Esa yang didengar oleh para maharsi. Pada mulanya wahyu itu direkam melalui kemampuan mengingat dari para maharsi dan selalu disampaikan secara lisan kepada para murid dan pengikutnya, lama kemudian setelah tulisan (huruf) dikenal selanjutnya mantra-mantra Veda itu dituliskan kembali. Seorang maharsi Agung, yakni Vyàsa yang disebut Kåûóadvaipàyaóa dibantu oleh para muridnya menghimpun dan mengkompilasikan mantra-mantra Veda yang terpencar pada berbagai Úàkha, Aúsrama, Gurukula atau Saýpradaya.
Didalam memahami ajaran agama Hindu, disamping kitab suci Veda (Úruti) yakni wahyu Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber tertinggi, dikenal pula hiarki sumber ajaran agama Hindu yang lain yang merupakan sumber hukum Hindu adalah Småti (kitab-kitab Dharmaúàstra atau kitab-kitab hukum Hindu), Úìla (yakni tauladan pada mahàrûi yang termuat dalam berbagai kitab Itihàsa (sejarah) dan Puràóa (sejarah kuno), Àcàra (tradisi yang hidup pada masa yang lalu yang juga dimuat dalam berbagai kitab Itihasa (sejarah) dan Àtmanastuûþi, yakni kesepakatan bersama berdasarkan pertimbangan yang matang dari para maharsi dan orang-orang bijak yang dewasa ini diwakili oleh majelis tertinggi umat Hindu dan di Indonesia disebut Parisada Hindu Dharma Indonesia. Majelis inilah yang berhak mengeluarkan Bhisama (semacam fatwa) bilamana tidak ditemukan sumber atau penjelasannya di dalam sumber-sumber ajaran Hindu yang kedudukannya lebih tinggi.
Karakteristik Hindu Dharma
Hindu Dharma memperkenalkan kemerdekaan mutlak terhadap pikiran rasional manusia. Hindu Dharma tidak pernah menuntut sesuatu pengekangan yang tidak semestinya terhadap kemerdekaan dari kemampuan berpikir, kemerdekaan dari pemikiran, perasaan dan pemikiran manusia. Ia memperkenalkan kebebasan yang paling luas dalam masalah keyakinan dan pemujaan. Hindu Dharma adalah suatu agama pembebasan. Ia memperkenalkan kebebasan mutlak terhadap kemampuan berpikir dan perasaan manusia dengan memandang pertanyaan-pertanyaan yang mendalam terhadap hakekat Tuhan Yang Maha Esa, jiwa, penciptaan, bentuk pemujaan dan tujuan kehidupan ini. Hindu Dharma tidak bersandar pada satu doktrin tertentu ataupun ketaatan akan beberapa macam ritual tertentu maupun dogma-dogma atau bentuk-bentuk pemujaan tertentu. Ia memperkenalkan kepada setiap orang untuk merenungkan, menyelidiki, mencari dan memikirkannya, oleh karena itu, segala macam keyakinan/Úraddhà, bermacam-macam bentuk pemujaan atau sadhana, bermacam-macam ritual serta adat-istiadat yang berbeda, memperoleh tempat yang terhormat secara berdampingan dalam Hindu Dharma dan dibudayakan serta dikembangkan dalam hubungan yang selaras antara yang satu dengan yang lainnya.
Tentang kemerdekaan memberikan tafsiran terhadap Hindu Dharma di dalam Mahabharata dapat dijumpai sebuah pernyataan : "Bukanlah seorang maharsi (muni) bila tidak memberikan pendapat terhadap apa yang dipahami" (Radhakrishnan, I, 1989: 27). Inilah salah satu ciri atau karakteristik dari Hindu Dharma. Karakteristik atau ciri khas lainnya yang merupakan barikade untuk mencegah berbagai pandangan yang memungkinkan tidak menimbulkan pertentangan di dalam Hindu Dharma adalah Àdikara dan Iûþa atau Iûþadevatà (Morgan, 1987: 5). Àdikara berarti kebebasaan untuk memilih disiplin atau cara tertentu yang sesuai dengan kemampuan dan kesenangannya, sedangkan Iûþa atau Iûþadevatà adalah kebebasan untuk memilih bentuk Tuhan Yang Maha Esa yang dijelaskan daalam kitab suci dan susatra Hindu, yang ingin dipuja sesuai dengan kemantapan hati.
Svami Sivananda, seorang dokter bedah yang pernah praktek di Malaya (kini Malaysia) kemudian meninggalkan profesinya itu menjadi seorang Yogi besar dan rohaniawan agung pendiri Divine Life Society menyatakan : Hindu Dharma sangatlah universal, bebas, toleran dan luwes. Inilah gaambaran indah tentang Hindu Dharma. Seorang asing merasa terpesona keheranan apabila mendengar tentang sekta-sekta dan keyakinan yang berbeda-beda dalam Hindu Dharma; tetapi perbedaan-perbedaan itu sesungguhnya merupakan berbagai tipe pemahaman dan tempramen, sehingga menjadi keyakinan yang bermacam-macam pula. Hal ini adalah wajar. Hal ini merupakan ajaran yang utama dari Hindu Dharma; karena dalam Hindu dharma tersedia tempat bagi semua tipe pemikiran dari yang tertinggi sampai yang terendah, demi untuk pertumbuhan dan evolusi mereka (1984: 34).
Sejalan dengan pernyataan ini Max Muller mengatakan bahwa Hindu Dharma mempunyai banyak kamar untuk setiap keyakinan dan Hindu Dharma merangkum semua keyakinan tersebut dengan toleransi yang sangat luas dan Dr.K.M. Sen mengatakan bahwa dengan definisi Hinduisme menimbulkan kesulitan lain. Agama Hindu menyerupai sebatang pohon yang tuumbuh perlahan dibandingkan sebuah bangunan yang dibangun oleh arsitek besar padaa saat tertentu (Natih: 1994: 116).





Suka Duka di Jaman Kali (Sebuah Fenomena Sosial)


Sebagaimana kita ketahui bahwa Hindu mengenal empat jaman dari Treta Yuga, Kertha Yuga, Dwapara Yuga dan yang terakhir adalah Kali Yuga. Kehidupan kita sekarang ini berada pada jaman kali Yuga. Pada jaman ini banyak hal yang terjadi dan bertentangan dengan hati nurani. Anehnya kegiatan yang justru bertentangan dengan konsep hati nurani banyak penggemarnya. Inilah yang perlu kita kaji dan menjadi acuan berpikir, berkata dan bertindak untuk tetap kiranya ajeg dalam tatanan ajaran Dharma.

Kehidupan ini terikat oleh suka dan duka, dimana segala pujian akan datang ketika dalam keadaaan suka dan begitu juga sebaliknya keadaan duka segala penderitaan dan hinaan datang bertamu kepada kita tanpa diuandang. Sesungguhnya Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Kuasa tidak memberikan kita ujian berat yang melebihi kemampuan kita. Kejadian dan perbuatan asubha karma yang dilakukan oleh manusia pada saat ini merupakan contoh konkrit, bahwa ternyata antara kandungan suci falsafah agama yang begitu ideal ternyata pada pelaksanaannya tidaklah sejalan dengan ajaran agama, sistem pengendalian diri yang bersumber pada ajaran Tri Kaya Parisuda, pada saat ini tidak banyak orang yang mampu menerapkannya dengan berbagai alasan kondisi situasional. Penerapan berpikiran yang baik, saat ini sangat sulit dilakukan karena berbagai intrik pribadi maupun kelompok yang membentuk konfigurasi yang kompleks, sehingga manusia merasa saling berebut pembenaran untuk mencapai tujuan yang dianggap paling benar. Penerapan berkata yang baik sesungguhnya sulit juga dilakukan, tutur kata seseorang ibaratkan dapat membunuh orang lain meskipun tidak menyentuhnya secara phisik sedikitpun, tutur kata yang bijak menurut kelompok yang satu, belum tentu baik menurut kelompok yang lain, sehingga sulitlah berkata yang baik. Penerapan bertindak yang baik adalah hal yang lebih sulit lagi dijaman kali yuga ini. Sudah banyak hal-hal yang baik dilakukan misalnya kegiatan keagamaan, tirtayatra, korban suci dan yadnya yang menghabiskan biaya jutaan rupaih, tablik akbar, misa Gereja. Begitu juga banyak buku-buku agama yang tersedia sangat lengkap di mana-mana dan telah kita baca. Demikian pula halnya dengan banyaknya acara kegiatan solidaritas antara sesama manusia, juga telah banyak dilakukan di bumi Nusantara ini. Meditasi yang khusyuk, telah dilakukan oleh para sahabat spiritual, tetapi kenapa kekacauan ini tiada nampak berakhir?

Ada orang sedang diberikan ujian suka, hatinya gembira, hartanya melimpah, anak-anaknya berhasil, keluarganya sejahtera, sementara ada orang yang sedang diberikan ujian duka, hatinya bersedih, terperosok dalam kemiskinan, segala usaha ekonomi gagal, keluarganya morat marit. Pada hakekatnya kedua situasi di atas sesungguhnya sedang menguji umat manusia. Itulah resiko hidup di dunia yang terikat dengan material.

Bangsa Indonesia sejak dasa warsa terakhir disibukan oleh kegiatan para penguasa atau pemimpin negeri ini yang secara logika teori bisa menjadi pemimpin yang bijak, menjadi contoh ketika dia berada di garis depan atau sebagai pembangkit motivasi dikala berada di tengah-tengah masyarakat dan menjadi pendengar setia ketika berada di balik layar. Tetapi apakah kenyataan yang kita jumpai, justru para penguasa memanfaatkan kesempatan itu untuk korupsi. Inilah fenomena yang terjadi di dunia material. Kegagalan dalam melaksanakan Catur Marga disebabkan karena segala perbuatan kita tidak menggunakan hati nurani di mana jiwa atman yang bersemayam di dalamnya. Kegiatan kegamaan yang nyata nampak, seolah semua itu telah sesuai dengan idealisme agama, namun kenapa kekacauan tetap terjadi? Kedudukan yang baik dan terhormat, posisi kuasa yang strategis, semua itu merupakan ujian bagi diri kita sendiri. Hal hal yang terjadi yang menyimpang dari Dharma merupakan timbangan tanggung jawab kita di hadapan Hyang Widhi sebagai pencipta alam raya semesta yang tengah memberikan ujian kepada kita.

Karma kita tidak bisa terhapus karena hal-hal baik ataupun buruk, tetapi semua saling mengisi dan sangat menentukan nilai perjalanan secara evolusi tentang atman. Kedudukan baik dan kesempatan baik hanyalah media uji kita, pada situasi demikian, kita harus menolong diri kita sendiri, karena ujian yang diberikan semakin sulit. Tindakan adharma adalah cerminan bagi kegagalan ujian kita, kegagalan ini harus dipertanggung jawabkan seperti yang tertuang dalam hukum karma. Pertanggung jawaban itu dapat saja datang ketika kita masih hidup di dunia, misalnya sang koruptor dapat dijebloskan ke dalam penjara, atau setelah kita tiada, sehingga dengan perbuatan yang asubha karma dapat mengakibatkan samsara, masuk neraka atau menjelma menjadi makhluk yang derajadnya lebih rendah.

Dengan demikian bahwa prinsip dengan hidup yang singkat, pergunakanlah sebaik-baiknya untuk merubah nasib kita di dunia material pada kehidupan yang akan datang. Kita sesungguhnya tidak menolong dunia, tetapi kita menolong diri kita sendiri, maka tolonglah diri kita sendiri selagi kita beruntung menjadi manusia yaitu dengan menyebarkan kebajikan, memberikan cinta kasih, bekerja tanpa pamerih untuk kesejahteraan umat manusia di seluruh dunia./f-igst

Semoga berguna,