Kamis, 04 Juni 2009

Panca Sradha Dalam Konsep Ketuhanan menurut Agama Hindu

Dalam ajaran agama Hindu, Tatwa juga termasuk salah satu kepercayaan. Kepercayaan juga dikenal dengan istilah “Sradha” yang berarti keimanan,keyakinan,kepercayaan. Ada lima macam keyakinan dalam Agama Hindu yang disebut dengan “Panca Sradha”.Panca Sradha, yang berarti lima macam keyakinan/ kepercayaan atau keimanan yang harus dipedomani oleh setiap umat hindu dalam hidup dan kehidupannya.Panca Sradha tersebut terdiri dari :

1. Percaya dengan adanya Tuhan/Brahman (Widhi Sraddha).

2. Percaya dengan adanya atma (Atma Sraddha).

3. Percaya dengan adanya Hukum Karma Phala(Karmaphala Sraddha).

4. Percaya dengan adanya Punarbhawa/Samsara(Punarbhawa Sraddha).

5. Percaya dengan adanya Moksa(Moksa Sraddha).

Usaha untuk menghayati dan mengamalkan ajaran agama Hindu kelima macam kepercayaan itu mutlak perlu kita yakini. Akan menjadi sempurna apabila penghayatan dan pengamalannya dilandasi dengan cubhakarma (ethika) dan yadnya (ketulusan berkorban).

Percaya dengan adanya Tuhan/brahman (Widhi Sraddha).

Widhi Tatwa yang merupakan salah satu bagian dari panca saradha, yang menyatakan bahwa umat Hindu percaya dan yakin dengan adanya Tuhan, hal ini dapat di yakini dengan melalui cara-cara yang di sebut Tri Pramana yang berarti tiga cara atau jalan untuk memperoleh pengetahuan,atau cara bagaimana umat Hindu menjadi tahu tentang adanya sesuatu, dalah hal ini yaitu Brahman atau Tuhan.Ada pun bagian dari Tri Pramana adalah :

  1. Kepercayaan Umat Hundu terhadap adanya Brahman didasarkan pada kenyataan, Dinana para maharesi secara nyata dan jelas dapat menerima dan mendengar wahyu Tuhan, orang suci atau maharesi langsung menerima wahyu Tuhan yang di sebut sebagai Pratyaksa Pramana.
  2. Kepercayaan Umat Hundu terhadap adanya Brahman didasarkan pada logika atau gejala alam atau rahasia alam yang tidak dapat terpecahkan oleh manusia. Maka berdasarkan logika pasti ada penyebab atau sumber dari gejala keanehan alam raya ini,prnyebab atau sumber tersebut tiada lain adalah Tuhan Yang Maha Esa. Hal inilah yang di sebut sebagai Anumana Pramana.
  3. Kepercayaan Umat Hundu terhadap adanya Brahman didasarkan pada pemberitahuan orang lain yang di percaya atau berdasarkan ajaran agama atau Kitab Suci Veda. Dengan dasar ajaran Agama umat Hindu percaya dengan adanya Tuhan. hal ini yang disebut Agama Pramana.

Ada pun sifat-sifat Brahman antara lain :

1. Sat: sebagai Maha Ada satu-satunya, tidak ada keberadaan yang lain di luar beliau

Dengan kekuatanNya Brahman telah menciptakan bermacam-macam bentuk, warna, serta sifat banyak di alam semesta ini. Planet, manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan serta benda yang disebut benda mati berasal dari Tuhan dan kembali pada Tuhan bila saatnya pralaya tiba. Tidak ada satupun benda-benda alam semesta ini yang tidak bisa bersatu kembali dengan Tuhan, karena tidak ada barang atau zat lain di alam semesta ini selain Tuhan.

2. Cit: sebagai Maha Tahu

Beliaulah sumber ilmu pengetahuan, bukan pengetahuan agama, tetapi sumber segala pengetahuan. Dengan pengetahuan maka dunia ini menjadi berkembang dan berevolusi, dari bentuk yang sederhana bergerak menuju bentuk yang sempurna. Dari avidya (absence of knowledge- kekurangtahuan) menuju vidya atau maha tahu.

3. Ananda

Ananda adalah kebahagiaan abadi yang bebas dari penderitaan dan suka duka. Maya yang diciptakan Brahman menimbulkan illusi, namun tidak berpengaruh sedikitpun terhadap kebahagiaan Brahman. Pada hakikatnya semua kegembiraan, kesukaran, dan kesenangan yang ada, yang ditimbulkan oleh materi bersumber pula pada Ananda ini bersumber pula pada Ananda ini, bedanya hanya dalam tingkatan. Kebahagiaan yang paling rendah ialah berwujud kenikmatan instingtif yang dimiliki oleh binatang pada waktu menyantap makanan dan kegiatan sex. Tingkatan yang lebih tinggi ialah kesenangan yang bersifat sementara yang kemudian disusul duka. Tingkatan yang tertinggi adalah suka tan pawali duhka, kebahagian abadi, bebas dari daya tarik atau kemelekatan terhadap benda-benda duniawi.

Dalam Kitab Suci Agama Hindu mengajarkan bahwa Tuhan itu hanya ada satu Beliau maha besar maha tahu dan ada dimana-mana yang menjadi sumber dari segala yang ada di alam raya ini.Tetapi dalam manisfestasinya atau perwujudannya sebagai Tri Murti, Tuhan yang hanya stu di percaya mempunyai Tiga wujud kekuatan. Tri yang berarti Tiga dan Mukti yang berarti perwujudan, Tiga kekuatan atau kebesaran itu yang di maksu adalah :

1. Tuhan sebagai maha Pencipta,dalam wujudnya sebagai pencipta Tuhan di beri nama Dewa Brahma,dikatakan sebagai maha pencipta karena Tuhanlah yang menciptakan alam semesta beserta isinya, Dewa Brahma di simbolkan dengan aksara suci A (Ang)

2. Tuhan sebagai maha pemelihara, Tuhan sebagai pemelihara yang melindungi segala ciptaanNya dalam manisestasinya sebagai pemelihara Umat Hindu menyebut Tuhan sebagai Dewa Wisnu, dan disimbolkan dengan aksara suci U (ung)

3. Tuhan sebagai maha pemrelina, pemreline berasal dari kata pralina yang berarti kembali pada asalnya, pemrelina berarti mengembalikan kepada asalny yang disebut juga sebagai pelebur, Tuhan sebagai pelebur umat Hindu menyebut Tuhan sebagai Dewa Siwa,dan disimbolkan dengan aksara suci M (Mang)

Pengertian Dewa dalam Agama Hindu adalah Kata Dewa muncul dari kata Deva atau Daiwa dalam bahasa sansekerta yang berasal dari kata Div yang berarti Sinar, jadi Dewa adalah merupakan perwujudan sinar suci Tuhan Yang Maha Esa.

Disamping Tri Murti dalam agama hindu juga ada dewa dan dewi yang di percaya sebagai manispestasi dari Tuhan, seperti di bawah ini :

· Agni (Dewa api)

· Aswin (Dewa pengobatan, putera Dewa Surya)

· Candhra (Dewa bulan)

· Durgha (Dewi pelebur, istri Dewa Siva)

· Ganesha (Dewa pengetahuan, Dewa kebijaksanaan, putera Dewa Siva)

· Indra (Dewa hujan, Dewa perang, raja surga)

· Kuwera (Dewa kekayaan)

· Laksm i(Dewi kemakmuran, Dewi kesuburan, istri Dewa Visnu)

· Saraswati (Dewi pengetahuan, istri Dewa Brahma)

· Sri (Dewi pangan)

· Surya (Dewa matahari)

· Waruna (Dewa air, Dewa laut dan samudra)

· Bayu (Dewa angin)

· Yama (Dewa maut, Dewa akhirat, hakim yang mengadili roh orang mati)

Percaya dengan adanya atma (Atma Sraddha).

Dalam Agama Hindu, Atma dipandang sebagai kesadaran sejati yang merupakan hidupnya badan jasmani, dalam Upanisd dinyatakan Atman itu hakikatnya sama dengan Brahman yang dinyatakan bahwa Brahman Atman Aikyam yang artinya Brahman dan Atman itu satu adanya, Brahman adalah asas alam semesta sedangkan Atman adalah asas hidup manusia.

Dalam Bagavad Gita di jabarkan mengenai sifat – sifat atman diantaranya adalah :

· Achedya : tak terlukai oleh senjata

· Adahya : tak terbakar oleh api

· Akledya :tak terkeringkan oleh angin

· Acesyah : tak terbasahkan oleh air

· Nitya : abadi

· Sarwagatah : di mana- mana ada

· Sthanu : tak berpindah- pindah

· Acala : tak bergerak

· Sanatana : selalu sama

· Awyakta : tak dilahirkan

· Acintya : tak terpikirkan

· Awikara : tak berubah dan sempurna tidak laki- laki ataupun perempuan.

Percaya dengan adanya Hukum Karma Phala(Karma Phala Sraddha).

Karmaphala terdiri dari dua kata yaitu karma dan phala, berasal dari bahasa Sanskerta. "Karma" artinya perbuatan dan "Phala" artinya buah, hasil, atau pahala. Jadi Karmaphala artinya hasil dari perbuatan seseorang. Kita percaya bahwa perbuatan yang baik (subha karma) membawa hasil yang baik dan perbuatan yang buruk (asubha karma) membawa hasil yang buruk. Jadi seseorang yang berbuat baik pasti baik pula yang akan diterimanya, demikian pula sebaliknya yang berbuat buruk, buruk pula yang akan diterimanya. Karmaphala memberi keyakinan kepada kita untuk mengarahkan segala tingkah laku kita agar selalu berdasarkan etika dan cara yang baik guna mencapai cita- cita yang luhur dan selalu menghindari jalan dan tujuan yang buruk.Phala dari karma itu ada tiga macam yaitu:

1. Sancita Karmaphala

Phala dari perbuatan dalam kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmati dan masih merupakan benih yang menentukan kehidupan kita sekarang.

2. Prarabda Karmaphala

Phala dari perbuatan kita pada kehidupan ini tanpa ada sisanya lagi.

3. Kriyamana Karmaphala

Phala perbuatan yang tidak dapat dinikmati pada saat berbuat sehingga harus diterima pada kehidupan yang akan datang.

Dengan pengertian tiga macam Karmaphala itu maka jelaslah, cepat atau lambat, dalam kehidupan sekarang atau nanti, segala pahala dari perbuatan itu pasti diterima karena sudah merupakan hukum. Karmaphala mengantarkan roh (atma) masuk Surga atau masuk neraka. Bila dalam hidupnya selalu berkarma baik maka pahala yang didapat adalah Surga, sebaliknya bila hidupnya itu selalu berkarma buruk maka hukuman nerakalah yang diterimanya. Dalam pustaka- pustaka dan ceritera- ceritera keagamaan dijelaskan bahwa Surga artinya alam atas, alam suksma, alam kebahagiaan, alam yang serba indah dan serba mengenakkan. Neraka adalah alam hukuman, tempat roh atau atma mendapat siksaan sebagai hasil dan perbuatan buruk selama masa hidupnya. Selesai menikmati Surga atau neraka, roh atau atma akan mendapatkan kesempatan mengalami penjelmaan kembali sebagai karya penebusan dalam usaha menuju Moksa.

Percaya dengan adanya Punarbhawa/Samsara(Punarbhawa Sraddha).

Kata punarbhawa terdiri dari dua kata Sanskerta yaitu "punar" (lagi) dan "bhawa" (menjelma). Jadi Punarbhawa ialah keyakinan terhadap kelahiran yang berulang- ulang yang disebut juga penitisan atau samsara. Dalam Pustaka suci Weda tersebut dinyatakan bahwa penjelmaan jiwatman berulang- ulang di dunia ini atau di dunia yang lebih tinggi disebut samsara. Kelahirannya yang berulang- ulang ini membawa akibat suka dan duka.Punarbhawa atau samsara terjadi oleh karena jiwatman masih dipengaruhi oleh Wisaya dan Awidya sehingga kematiannya akan diikuti oleh kelahiran kembali.Segala perbuatan ini menyebabkan adanya bekas (wasana) pada jiwatma. Bekas- bekas perbuatan (karma wasana) itu ada bermacam- macam, jika yang melekat bekas- bekas keduniawian maka jiwatman akan lebih cenderung dan gampang ditarik oleh hal- hal keduniawian sehingga jiwatman itu lahir kembali.

Hubungan Karmaphala dengan Punarbhawa

Hukum karmaphala dan punarbhawa atau reinkarnasi mempunyai hubungan yang amat erat dan timbal balik, karmaphala merupakan hukum hasil perbuatan, bik buruknya perbuatan akan menentukan kuwalitas kelahiran manusia, demikian pula punarbhawa atau reinkarnasi akan berdampak bagi perbuatan seseorang. Dalam hal ini seseorang yang selalu berbuat baik dalam hidupnya dan bila dia meningal nanti maka rohnya akan mendapat tempat yang baik di akhirat atau di sorga. Dan bila dia lahir kembali atau berreinkarnasi lagi maka akan menjai hidup serba kecukupan dilingkungan orang baik-baik, tapi bila dalam kehidupan sekarang dia bertindak tidak baik maka setelah meninggal nanti rohnya akan masuk neraka, demikianlah subha dan asubhakarma yang menentukan hasil perbuatan atau karmaphala itu sangat mempengaruhi kehidupan jika kita mengalami punarbhawa dikelak kemudian hari.

Percaya dengan adanya Moksa(Moksa Sraddha)

Moksa merupakan bahasa sansekerta yang berarti pembebasan,kelepasan,atau kelepasan dari keterikatan benda-benda duniawi hingga mencapai bersatunya Atman dengan Brahman

Moksa adalah tujuan terakhir bagi umat Hindu. Dengan menghayati dan mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari- hari secara baik dan benar, misalnya dengan menjalankan sembahyang batin dengan menetapkan cipta (Dharana), memusatkan cipta (Dhyana) dan mengheningkan cipta (Semadhi), manusia berangsur- angsur akan dapat mencapai tujuan hidupnya yang tertinggi ialah bebas dari segala ikatan keduniawian, untuk mencapai bersatunya Atman dengan Brahman.

Kebebasan yang sulit dicapai banyak makhluk akan lahir dan mati. serta hidup kembali tanpa kemauannya sendiri. Akan tetapi masih ada satu yang tak tampak dan kekal, tiada binasa dikala semua makhluk binasa. Nah, yang tak tampak dan kekal itulah harus menjadi tujuan utama supaya tidak lagi mengalami penjelmaan ke dunia, tetapi mencapai tempat Brahman yang tertinggi.
Jika kita selalu ingat kepada Brahman, berbuat demi Brahman maka tak usah disangsikan lagi kita akan kembali kepada Brahman. Untuk mencapai ini orang harus selalu berusaha, berbuat baik sesuai dengan ajaran agamanya. Kitab suci telah menunjukkan bagaimana caranya orang melaksanakan pelepasan dirinya dari ikatan maya agar akhirnya Atman dapat bersatu dengan Brahman (suka tan pawali duka), sehingga penderitaan dapat dikikis habis dan tidak lagi menjelma ke dunia ini sebagai hukuman, tetapi sebagai penolong sesama manusia, sebagai Awatara.

Tingkatan moksa sesuai dengan kondisi atman dalam hubungannya dengan Tuhan

  1. Sampya yaitu moksa yang di capai semasa masih hidup di dunia, yang dapat di capai oleh para maharesi pada waktu melaksanakan yoga samadhi, sehingga dapat menerima wahyu dari Tuhan.
  2. Sarupya yaitu moksa yang di capai semasa masih hidup dimana kedudukan Atman mengatasi unsur-unsur maya, misalnya Budha, Kresna, Rama, dan Awatara-awatar yang lainnya.
  3. Salokya yaitu moksa yang dicapai oleh Atman setelah berada dalam posisi kesadaran yang sama dengan Tuhan, tetapi belum bisa bersatu dengan Nya, dalam hal ini Atman telah mencapai tingkatan Dewa.
  4. Sayujya yaitu pada tahapan ini dimana Atman telah bersatu dengan Brahman, seperti apa yang disebut Brahman Atman Aikyam atau Atman dengan Brahman satu atau talah bersatu.

(diringkas oleh i made mudita)

Sumber : Drs.K.M.Suhardana,2009,Panca Saradha Lima Keyakinan Umat Hindu, Paramita,Surabaya.

Rabu, 03 Juni 2009

Dana Punia Dalam Etika Ciptakan Keseimbangan

Dana punia terdiri dari dua unsure kata yaitu “dana”, dan “punia”. Dimana Dana berarti suatu pemberian atau sumbangan, sedangkan punia berarti suci, selamat ,baik, bahagia, dan indah. Jadi dana punia

Dapat diartikan sebagai suatu pemberian atau sumbangan yang didasari oleh hati yang suci atau pemberian secara tulus iklas tanpa mengharapkan imbalan atau tanpa pamerih.

Dana punia merupakan suatu usaha untuk menjaga keseimbangan kehidupan karena pada hakikatnya dana punia merupakan penyaluran sesuatu baik itu berupa harta benda maupun yang lainnya, dari yang kelebihan menuju yang kekurangan.

Dalam Agama Hindu dana punia landasan filosofisnya adalah tat twam asi karena manusia merupakan mahluk sosial yang selalu memnutuhkan orang lain, dalam pengertiannya jika ada seseorang yang miskin dan menderita adalah juga merupakan penderitaan bagi orang yang tak menderita, maka sangt dibutuhkan suatu keseimbangan, karena suatu yang seimbang akan bertahan lama dan kelihatan lebih indah.

Dalam praktiknya di masyarakat Hindu, kegiatan dana punia biasa berlangsung pada saat atau dikaitkan dengan diselenggarakannya suatu upacara atau persembahan yajna dengan mengaturkan sesari cangang, sarin banten atau yang lainnya, demikian pula halnya pada saat digelar upacara bale pedanan yang isinya berbagai macam benda yang nantinya boleh diambil oleh siapa saja yang hadir pada saat upacara yajna tersebut.

Dana punia dalam arti luas bukan saja berupa harta banda namun labih dari itu sesuatu yang bisa didermakan jug bisa berupa bukan bend seperti au halnya ilmu pengetahuan dan bisa berupa tenaga. Ditinjau dari sudut sepritualnya pemberian dalam bentuk ilmu pengetahuan dianggap paling utama sebab dengan ilmu pengtahuan akan membimbing / menuntun jiwa manusia menuju pencerahan, dengan pencerahan akan mendapat kebenaran, dengan kebenaran ia akan mencapai suatu yang abadi atau menyatu dengn Hyang Maha Pancipta.

Jadi dengan demikian semua persembahan, pemberian, sedekah, ataupun aturan yang dilakukan oleh seseorang harusnya didasari rasa bhakti terhadap Hyang Widhi Wasa dan rasa saling mengasihi diantara sesama manusia yang dilandasi ketulusan hati tanpa pamerih guna mewujudkan keseimbangan hudup di dunia.

Berikut di jelaskan macam-macam dana punia alam sastra agama yang ditinjau dari macam-mam harta benda yang di berikan, maksud atau sifat, jenis pemberian,dan lain-lainnya :

Secara umum, Swami Wiwekanandamenggolongkan dana punia menjadi tiga yaitu :

  1. Arthadana yaitu dana punia berupa harta benda yang dibutuhkan.
  2. Widyadana yaitu dana punia berupa ilmu pengetahuan.
  3. Dharmadana yaitu dana punia berupa pemberian ajaran dharma Agama dan budhi pekerti yang luhur kepada orang lain.

Menurut kitab SangHyang Kahamayanikan dijelaskan dana punia sebagai berikut :

  1. Dana yaitu pemberian berupa harta benda kepada orang yang membutuhkan.
  2. Atidana yaitu pemberian anak gadis cantik.
  3. Mahatidana yaitu dana punia berupa pemberian dalam bentuk jiwa raga.

Dalam bagavadgita diebutkan ada tiga macam dana punia yaitu :

  1. Satwikadana yaitudana punia yang dikatakan putih atau baik.yakni pemberian yang dilakukan tanpa pamerih dan didasari oleh niat yang suci dan tulus kepada orang yang patut menerimanya, tempat yang sesuai, dan waktu yang tepat pula.
  2. Rajasikadana yaitu dana punia yang dikatakan nafsu atau merah.yaitu dana punia yang dilakukan dengan harapan untuk mendapatkan imbalan jasa atau keuntungan di kemudian hari, dengan kata lain dana punia yang dilakukan secara tidak ikhlas.
  3. Tamasikadana yaitu dana punia yang didasari tindak kebodohan atau dana punia hitam. Yaitu dana punia yang dilakukan pada situasi yang salah,tempat ynag salah, dan diberikan kepada yang tak patut,sertatidak mengikuti etika-etika dalam ber dana punia.

Berdasarkan etika pemberian, kitab Sarasamuscaya membagi dana punia menjadi :

1. Uttamadana yaitu dana punia yang dilakukan secara hormat dan menghargai penerima,dan dilakukan dengan ikhlas dan hati yang suci, sesuai kehendak hatinya tanpa diminta sebelumnya

2. Madhyadana yaitu dana punia yang dilakukan secara baik namun karena atas permintaan dan bukan keluar dari niat atau kehendak dari pemberi.

3. Nistadana yaitu dana punia yang di berikan dalam kedan marah atau terpaksa tidak menghargai orang lain dan tidak dilakukan secara tulus.

Berdasarkan waktu pemberian, dalam sarasamuscaya, dana punia dikelompokkan menjadi :

1. Uttarayana dana yaitu dana punia yang diberikan pada saat matahari berada di belahan bumi utara.

2. Daksinayana dana yaitu dana punia yang diberikan pada saat matahari berada pada belahan bumi selatan.

3. Sadacitimukha dana yaitu dana punia yang diberikan pada saat terjadinya gerhana matahari atau gerhana bulan.

4. Wisukala dana yaitu dana punia yang diberikan pada saat matahari berada tepat di tengah-tengah bumi atau berada di posisi garis katulistiwa.

Berdasarkan jenis pemberian dana punia, dalam sarasamuscaya dana punia dapat di bedakan menjadi :

1. Dana punia desa yaitu pemberian berupa tempat, desa atau lahan yang digunakan untuk kepentingan umum.

2. Dana puni Agama yaitu dana punia yang berupa ajaran Agama, ilmu pengetahuan dan yang lainnya yang menyababkan orang lain menjadi lebih pintar dan memiliki budhi pekerti yang luhur.

3. Dana punia drewya yaitu dana punia yang berupa harta benda yang menjadi kebutuhan.

Berdasarkan jenis harta yang di berikan, dalam kitab purana dapat dibedakan menjadi :

  1. Godana: dana punia yang berupa seekor sapi dan anaknya kepada brahmana.
  2. Vrasabha dana: dana punia berupa seekor sapi jantan.
  3. Mahisi dana: dana punia berupa seekor sapi betina yang menghasilkan susu.
  4. Bumi dana: dana punia berupa tanah.
  5. Halapamkti dana: dana punia berupa cangkul yang dihiasi emas dan empat puluh ekor sapi.
  6. Apaka dana: dana punia berupa seribu jenis peralatan.
  7. Anna dana: dana punia berupa makanan.
  8. Graha dana: dana punia berupa sebuah ruangan yang telah dihias.
  9. Sthali dana: dana punia berupa piringan perak yang berisi penuh makanan dan benda lainnya.
  10. Sayya dana: dana punia berupa tempat tidur yang diberikan kepada seorang brahmana.
  11. Prapa dana: dana punia berupa pembuatan tempat air untuk umum.
  12. Anisikala dana: dana punia berupa api yang di gunakan untuk menghangatkan badan pada waktu musim dingin.
  13. Dasi dana: dana punia berupa seorang pelayan kepada seorang brahmana.
  14. Widya dana: dana punia berupa ilmu pengetahuan dan alat-alat penunjangn ilmu pengetahuan.
  15. Hiranyagarbha dana: dana punia berupa makanan kepada orang kelaparan dan sebuah patung Dewa kepada brahmana.
  16. Brahmanda dana: dana punia berupa telur buatan yang didalamnya berisi patung Brahma,Wisnu,Siwa dan diberikan kepada brahmana.
  17. Kalpavraska dana: dana punia berupa pohon kecil beserta buahnya yang terbuat dari emas yang diberikan kepada brahmana.
  18. Saptasagara dana: dana punia berupa garam,susu,gula dal liannya diberikan kepada brahmana.
  19. Dhanyaparwata dana: dana punia berupa setumpukan bahan makanan,minyak,emas,dan lainnya yang diberikan pada brahmana.
  20. Tulapurusa dana: dana puia berupa bahan makanan dan emas yang beratnya sama dengan berat pemberi, kemudian diberikan pada brahmana dan orang yang memerlukan.

Dalam Panca Maha Yajna dana punia dapat dibedakan menjadi lima yang diidentikkan dengan yajna atau persembahan suci yaitu:

  1. Drewya dana aturan punia yang berupa harta benda.
  2. Tapa yajna yaitu pemberian atau amal dalam bentuk pengendalian diri atau tri kaya parisudha dalam suatu persembahyangan yajan.

3. Yoga yajan persembahan berupa kemampuan mengkosentrasikan dan memusatkan pikiran kehadapan Hyang Widhi Wasa dan melaksanakan samadhi.

  1. Jnana yajna pemberian berupa pengetahuan baik pengetahuan teknologi maupun pengetahuan Agama.
  2. Swadya yajna yaitu persembahan jiwa dan raga, dalam hal ini persembahan tenaga dan pikiran dalam suatu upacara yajna, dalam masyarakat Bali sering disebut dengan ” Ngayah Aji Tuyuh ” artinya mempersembahkan tenaga dalam upacara yajna.

Secara lebih umum dana punia dapat digolongkan menjadi :

  1. Artha dana pemberian berupa harta benda baik berupa makanan,minuman,pakaian,rumah,tanah,dan lain-lain.
  2. Abhaya dana pemberian berupa perlindungan,rasa aman dan ketertiban kepada orang lain atau masyarakat.
  3. Brahma dana pemberian berupa ilmu pengetahuan, baik itu berupa ilmu pengetahuan teknologi, maupun ilmupengetahuan Agama.

(diringkas oleh i made mudita)

Sumber : ( I Nyoman Kaduk Supatra,2005, Dana Punia Jalan Menuju Tuhan,Pustaka Bali Post,Denpasar )

Caru Palemahan Dan Sasih Dalam Agama Hindu Di Bali

Caru merupakan upacara yang di selenggarakan oleh umat Hindu di Bali pada setiap palemahan desa adat, banjar, dan juga pekarangan perumahan umat Hindu.demikian juga pada setiap musim(masa) yang juga disebut ”sasih” yaitu

pada hari kajeng kaliwonny pada bulan mati, pada setiap pintu pekarangan umat

Secara umum caru sendiri dapat diartikan sebagai bagus, cantik, harmonis, mecaru dimaksudkan adalah untuk mempercantik, mempebagus dan mengharmoniskan. Yang dimaksud mengharmoniskan disini adalah tergantung dari objeknya, kalau caru itu caru palemahan maka yang di harmoniskan adalah palemahan, dan kalau carunya caru sasih maka yang di harminiskan adalah waktu dan musim atau masa. Sedangkan secara khusus caru dapat dikaitkan dengan sarana upakaranya, caru sebagai sarana berarti ”sega” atau nasi dalam segala bentuknya, ada yang berbentuk cacah, kepelan, dan berbentuk tumpeng kecil-kecil atau ”dananan” yang dilengkapi dengan lauk pauk, umumnya dari bumbu seperti bawang, jahe, garam dan lainnya.juga daging ”jejeron”

Kaitan caru dengan bhuta yadnya adalah bhuta yadnya berasal dari dua kata yaitu bhuta yang berasal dari kata bhu yang berarti ada, atau yang telah diciptakan yaitu alam semesta beserta dengan isinya baik itu yang berwujud nyata maupun yang berwujud tidak nyata (astral). Sedangkan yadnya berasal dari urat kata yad yang berarti berkorban jadi bhuta yadnya berarti korban kepada para bhuata, umumnya korban itu berupa ”bebali” yaitu upakara yang berupa nasi / sega serta minuman yang mengandung alkohol. Bebali ini biasa disebut caru. Jadi dengan diberikan carupara bhuta menjadi puas dengan demikian maka terwujudlah keharmonisan.

Jenis caru menurut objeknya dapat di bedakan menjadi tiga yaitu

1. Caru untuk mengharmoniskan bhumi atau alam sekitar dengan lingkungannya yang disebut ”bhumi suddha”.

2. Caru untuk menyeimbangkan ruangan dan waktu yang disebut caru sasih.

3. Caru untuk mengharmoniskan prilaku manusia atas pengaruh kelahiran yang disebut caru oton

Korban yang paling terkecil yang di persembahkan biasanya berupa nasi yang berisi bawang, jahe, terasi, arang, daging ”jejeroan” yang disebut ”segehan” yang menggunakan api takep dan menggunakan tetabuhan berupa air, tuak dan arak. Sesuai dengan jenis dan bentuk nasinya maka segehan terdiri dari : segehan cacahan, segehan kepelan, segehan mancewarna, dan segehan agung. Sedangkan korban yang bentuknya lebih sedang disebut yaitu gelar sanga yang biasanya mengikuti sorohan bebangkit.

Caru palemahan adalah upacara untuk mengharmoniskan ”areal peratalan” atau ”Wilayah”, yang dimaksud aeal atau wilayah adalah wilayah hunian manusia,binatang,tumbuh-tumbuhan, bahkan sampai areal yang disthanai para Dewa-Dewi yang dikenal parhyangan. Caru palemahan tersebut dilaksanakan baik secara rutin maupun insientil. Secara rutin maksudnya dilakukan menurut jangka waktu tertentu yang tetap dilaksanakan pada kurun waktu tertentu, sedangkan secara insidentil maksudnya mengembalikan keseimbangan magic akibat adanya sesuatu yang tidak wajar. Misalnya ada orang yang melakukan ”salah tmpah” seperti mengadakan hubungan sek dengan binatang,saudara kandung,anak kandung atau dengan ibu, aau jga telah terjadi perkelahian di pura sampai keluar darah, serta kemalingan di daerah pura.

Bentuk caru palemahan kepada para bhuta yang tergolong sedang disebuta caru, pada tingkatan ini tergolong aneka jenis caru seperti :

  1. Caru eka sato biasanya untuk mengharmoniskn pekarangan yang terdiri atas :

Ø Caru karang panas, karang panas adalah karang yang slalu menimbulkan penyakit, serta penghuni juga sering merasa bingung dan selalu berkelahi maka perlu di carui dengan cara pamanggihan sarana upacaranya : mendirikan sanggah tutuwan di halaman rumah ,pada snggah itu si haturkan ”banjotan akelan”,canang lengewangi burat wangi, dan canang gantal. Di bawah sanggah tutuwan caru dengan pitik bulu sikep, sate lembat,asem, calon dijadikan 33 tanding,lalu dilengkapi daksina,tumpeng dananan 33,ditambh penyeneng,lis,nasi owan,dan tepung tawar. Mohon tirta dipura puseh dan pura desa dengan banten sode,perasdaksina. Dihalaman tempat caru eka sato ,berupa olahan ayam putih denganbayang-bayangnya yang dialasi songkwi,menjadi 5 tanding serta datengan,daksina,penyeneng dan canang. Di hulu datengan tadi dan banjotan akelan setelah pryascita. Setelah selesai caru di tanam di perempatan jalan. Mendirikan sebuah sanggah cucuk dengan perlengkapannya.

Ø Caru karang panas kageringan, keadaan ini mengakibatkan sakit tak berhenti sehingga menimbulkan kematian,dan hewannya juga selalu kena grubug sehingga perlu dicarui dengan sarana : Tumpeng putih,daging ayam yang dipolakan sesuai dengan urip hari berupa sate calon yang dimask sebelah,dilengkapi dengan rumah gile, di jadikan 5 tanding. Suruh putih ijo,kelanan, peras, penyeneng, lis, uang kepeng 225. selembar lontar yang di tulis yang kemudian akan ditanam di halaman, serta mendirikan sanggah cucuk lengkap dengan sarananya.

Ø Caru pengeruak bhuvana yaitu caru yang dilakukan sebelum kita mendirikan sebuah banguna dengan sarana : seekor ayam brumbun di kuliti dagingnya di olah menjadi urab merah dan putih sate asem ditanding 33tanding. Penek nasi pancawarna di buat sesuai urip mata angin. Kulit bayang-bayang dialasi songkwi 33 lembar ditaruh di tengah.serta snggah cucuk lengkap dengan sarananya.

Ø Caru ayam brumbun, caru ini biasanya menyertai piodalan di sanggah pamrajan yang tergolong menengah. Sarananya : sama seperti caru pengeruak tetapi caru ini menggunakan ayam brumbun dan diolah hanya menjadi satu unit yang banyaknya 8 tanding.serta 1 unit soroha bayuan,dilengkapi dengant tulud,sapu,dan kentongan dari bambu.disertai pula api takep.

Ø Caru ayam biying,caru ini digunakan untuk ”nyeheb api” yang disebut ”Nyeheb Brahma” biasanya dilakukan setelah nagben, yang menggunakan ayam biying dengan urip 9 perlengkapan sama seperti caru eka sato.

  1. Caru manca warna yaitu caru yang menggunakan 5 ekor ayam dengan maing-masing warananya.
  2. Caru panca sato yaitu caru yang menggunakan 5 ekor ayam yang sesuai dengan penjuru mata angin serta ditambah dengan ”meri belang kalung”.yang digunakan untuk membersihkan pekarangan rumah yang dilakukan 5 tahun sekali, serta merubu-rebu setelah adanya kecuntakan dan bila terjadi sesuatu yang tidak wajar.
  3. Caru panca sanak, caru yang sama seperti yang tadi cuman ditambahkan dengan ”anjing belang bungkem”.yang bisa juga dipergunakan untuk menyertai ”upacara pangrsiganan”.
  4. Caru panca sanak madurga yaitu caru yang sama dangan diatas tapi ditambahkan berupa kucit selem butuhan(babi plon).caru ini biasa digunakan pada saat ”penakluk mrana” yang di laksanakan di pamangkalan desa yang maksudnya adalah di perbatasan desa bagian selatan. Pada batas ini dibuat ”rangkaian bung poling” yang sejenis ranjau yang runcingnya menghadap ke bawah, dan sungga poling ini juga di buat di masing-masing ” angkul-angkul” atau pintu pekarngan. Dengan maksud agar mendapat keselamatan dan terhindar dari gangguan.
  5. Ctaru manca sanak ditambah dengan mensthanakan Dewa Gana maka disebut caru ”ngeresigana” yang merupakan peralihan dari caru sedang ke caru yang besar.

Caru tergolong besar seperti Tawur dimana yang termasuk tawur adaah

  1. ”menceklud” yaitu caru yang dasarnya adalah manca sanak di tambah dengan angsa dan kambing dan membuat nasi tawur sebagai simbol untuk membersihkan bhumi kita ini.
  2. ”malik sumpah” merupakan caru yang dasarnya juga panca sanak dengan ditambah disamping angasdan kambing juga seekor ”godel merah” caru ini juga menggunakan nasi tawur.
  3. Jika jenis caru diatas menggunakan sarana kerbau maka tawur itu disebut ”labuh gentuh” atau ”tawur agung”. Dan tingkatan yang lebih besar lagi yaitu tawur panca walikrama, tawur tribhuvana, eka bhuvana, eka dasa ludra dimana dalam tingkatan ini yang wjib muput adalah Tri Sadhaka yaitu Resi, Bujangga Vaisnava, Padanda.

Caru sasih adalah caru yang dilakukan untuk mengharmoniskan alam berserta lingkungan berdasarkan sasih, dimana sasih artinya bulan atau masa. Dengan tujuan supaya sasih-sasih tersebut memberikan pengaruh yang baik bagi kehidupan manusia.

Jenis-jenis caru sasih antara lain :

1. Caru sasih kasa (Srawana). Pada sasih kasa patut dilaksanakan pecaruan dengan sarana : pada masing-masing angkul-angkul di sebelah kiri patut mendirikan sanggah cucuk, pada snggah cucuk munggah “tumpeng tri warna”dengan warna bunga tri warna, lauknya jatah dan sate ayam putih kuning yang olahannya dijadikan 3 tanding,dibawah sanggah cucuk segehan 5 tanding, pada saat menghaturkan sebut “bhuta bregala”.

2. Caru sasih karo, sarana yang dipakai seperti : pada masing-masing angkul-angkul di sebelah kiri mendirikan sanggah cucuk. Kemudian ngunggahang canang genten 2 tanding,lanjaran 2 katih,dagingnya sate babi sate lembat 2,sate calon 2 katih,di gantungi sujang berisi tuak dan arak,mekober kasa,di bawah segehan cacah dengan api takep,sebutannya sang bhuta amangku rat.

3. Caru sasih ka tiga, menggunakan sarana seperti : mendirikan sanggah cucuk pada masing-masing angkul-angkul di sebelah kiri,beserta tipat mancawarna,raka-raka,canang 5 tanding,dagingnya palem udang dan gerih kepiting,dibawah segehan 5 tanding tetabuhan tuak,arak,dan api takep, persembahan memanggil sangkala prayogi.

4. Caru sasih kapat, dengan sarana seperti : sanggah cucuk di kiri angkul-angkul,dengan tumpeng dinanan kuning,kawangen 2 buah,canang genten 5 tanding,lanjaran menyan 2 katih,dagingnya ayam putih diolah menjadi 5 tanding dilengkapi raka-raka,plawenya menggunakan daun bingin,sujang beri tuak dan arak,dibawah segehan 5 tanding bertabuh tuak raka,mempersembahkan panggil sang kala wigraha bhumi.

5. Caru sasih ka lima,dengan sarana seperti : dengan sanggah cucuk di sebelah kiri angkul-angkul,dengan banten punjung 2,raka,canang 2,tuak 2 tekor,daging ulam wabi diolah menjadi urab merah dan putih, sate lembat dan asem,di bawah segehan 5 tanding,tabuhan tuak,arakdan toya,api takep,mempersembahkan panggil sang kala mangsa.

6. Caru sasih ka nem, denan sarana seperti : sanggah cucuk di sebelah kiri angkul-angkul,tmpeng ireng 1 dananan,raka pisang malablab,canang 2,dagingnya ayam hitam diolah menjadi urab bang putih,sate lembat dan calon,di bawah segehan 5 tanding dengan dagingnya jeroan babi mentah,darah 1 tekor,tetabuh tuak,arak,air dan api takep,mempersembahkan panggil sang kala smayapati.

7. Caru sasih ka pitu,dengan sarana seperti : sangah cucuk di sebelah kiri angkul-ngkul, dengan tumpeng bang dananan,raka-raka,canang apasang,dagingnya sate ayam wiring dan olahan urab bang putih,di bawah segehan 5 tanding,didepan sanggah kemulan mempersembahkan nasi punjuangan1,daging jatah babai akarang,mesate 5 katih,segehan 5 tanding,dagingnya lawar babi,tuak 1 tapan,tetabuh tuak,arak, dan air, mempersembahkan memanggil sang kala ngadang samaya.

8. Caru sasih ka wulu, dengan sarana seperti : sanggah cucuk di sebelah kiri angkul-angkul,pada sanggah cucuk nguggahang nasi takelan,sujang dengan tuak,arak,ulam taluh bekasem,tumpeng 5 bungkul bertempat daun telunjungan,geti-geti,biyu batu,canang 1 pasang,ulam rumbah gile,kakumbuk kacang,calon agung5,tabuhan tuak, arak, dan toya,mempersembahkan memanggil sang kala dengen.

9. Caru sasih ka sanga, dengan sarana seperti : sanggah cucuk di sebelah kiri angkul-angkul,nasi telompokn maulam taloh madadar,sujang tuak,arak magantung,raka-raka,di bawah peras penyeneng,segehan5 tanding, tetabuhan tauk,arak dan air,mempersembahkan memenggil sang kala rogha.

10. Caru sasi ka dasa, dengan sarana seperti : sanggah cucuk di sebelah kiri angkul-angkul,mungah unjung1,raka-raka,ulam danging babi diolah menjadi urab merah putih,sate lmbat 1,calon,dibawah segehan 5 tanding,tetabuhan tuak, arak, dan air,serta api takep,mempersembahkan memanggil sang kala wijaya.

11. Caru sasih dyestha,dengan sarana seperti : sangah cucuk d sebelah kiri angkul-angkul,mempersembahkan penek putih 1,dananan,jatah ayam sebulu-bulu,urab bang putih,sate lembat 1,sayur pepes makukus 1 tanding,di bawah segehan 5 tanding,tetabuh tuak,arak,dan api takep,mempersembahkan dengan memanggl sang kala solog.

12. Caru sasih asadha, dengan sarana seperti : sangah cucuk disebelah kiri angkul-angkul,mempersembahkan tumpeng putih 1,dananan,raka-raka,ulam ayam putih,kelembar rumbah gile,di bawah segehan menurut urip dina angkepan,maulam lawar,tetabuhan berupa tuak,arak dan air,dan api takep,mempersembahkan dengan memanggil sang kala bhanaspati.

(diringkas oleh i made mudita)

Sumber : Drs I Nyonman Singgih Wikarman,1998,Caru Palemahan Dan Sasih,Paramita